Kenal Freeport Indonesia? Iya PTFI. Bagi saya yang berdomisili di Kalimantan atau kita yang jauh di luar Papua, mungkin hanya pernah mendengar nama Freeport di saat musim Politik 2019 lalu kan?
Hiruk-pikuk kabar Freeport Indonesia yang banyak dikaitkan dengan hal negatif berupa invasi asing-lah hingga biang perusak lingkungan. Wajarlah jika hal itu bisa saja menjadi barang seksi yang dijadikan isu-isu politik kekinian.
Nah meneropong sedikit, dan berada lebih dekat dengan Freeport bisa saja membuat kita mengerti, apakah benar selama ini amanat konstitusi negara lewat UUD 1945 Pasal 33 (3) benar-benar dijalankan?
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Nah Berbicara tentang Freeport Indonesia atau PTFI, tentu bisa saja akan membius kita untuk berbicara pada banyak dimensi, terutama sumbangsih bagi negeri.
Tulisan ini bisa menjadi etalase Freeport Indonesia. Utamanya menemukan sisi lain, yakni keberhasilan PTFI dalam mengeksploitasi Mutiara Hitam Papua yang sangat berharga untuk masa depan baru Papua dan Indonesia!
Freeport milik kita semua!
Bersyukur ya, Papua diberikan Sumber Daya Alam (SDA) yang tertanam di dataran tinggi, Tembagapura, yakni bijih logam, yang mengandung Emas, Perak dan tembaga.
Pemerintah telah hadir, lewat tehnology luar biasa yang dibawa PTFI untuk mengeluarkan kekayaan itu dari perut bumi, yang tujuannya tentu memakmurkan segenap bangsa Indonesia.
Mengulik sejarah penjang kehadiran beserta polemik kehadiran PTFI memang sangat menarik dan berliku. Sejak PTFI menemukan cadangan Grasberg di tahun 1988, berlanjut 1991 lewat kontrak karya, upaya eksploitasi dilakukan dan terbukti mampu meningkatkan perekonomian Papua.
Terbukti, terdapat cadangan 2.52 Miliar ton bijih loh di sana! Jika diekstraksi terdapat kandungan berupa 0.97 gram/ton tembaga, 0.83 gram/ton emas dan 4.13 gram/ton perak. Wah jika diuangkan pastilah banyak ya, keuntungan hasil tambang PTFI yang diproduksi sejak dulu?
Dan sejak tahun 2012, luas wilayah eksplorasi Freeport menyisakan wilayah eksplorasi tambang 212.950 Ha saja dan saat ini terus memaksimalkan tambang bawah tanah (underground).
Nah dari aktivitas penambangan panjang PTFI, berpuluh-puluh tahun lalu, kita bisa saja bertanya apa yang sudah didapat Papua dan Bangsa Indonesia ya?
Meskipun kita juga harus mengerti jika tehnology dan SDM serta biaya operasional yang dikerahkan Freeport untuk memproduksi SDA itu juga memerlukan investasi yang luar biasa mahalnya!
Pajak, ya tentu menjadi elemen penting yang diterima negara dalam setiap aktivitas eksploitasi. Dalam perjalananya, Freeport menjadi penyumbang terbesar alokasi pajak negara yakni PPh Badan sebesar 35%.
Padahal UU PPh Nasional hanya memberikan kewajiban pembayaran 25% saja bagi setiap Perusahaan.
Dan yang lebih wah, sejak 2018, Pemerintah Indonesia sudah memiliki mayoritas saham PTFI sebesar 51.2% yang dikelola oleh PT Inalum Indonesia.
Artinya ya pendapatan daerah akan berlipat terus dari pajak, PNPB dan royalti lainnya, karena di dalamnya Pemda Papua juga memiliki kepemilikan 10% saham PT Inalum tadi atas Freeport Indonesia.
Dengan kepemilikan Saham mayoritas itu, Pemda Papua dan Pemerintah pusat bisa lebih leluasa mengatur kinerja Freeport Indonesia dari ketakutan kita akan istilah invasi-asing yang banyak menjadi propaganda negatif.
Ah, hanya itu?
Hingga saat ini Papua memang masih dilekatkan dengan keterbelakangan SDM dan juga pemerataan Infrastruktur pembangunan yang merata di sebaran wilayahnya yang luas.
Seperti banyak dilakukan di wilayah lainnya, Pemerintah memerlukan Perusahaan untuk membantu melakukan pembangunan lewat program kepedulian CSR mereka.
Dan ini menjadi hal plus-plus PTFI dalam ikut memberikan kontribusi Freeport untuk masyarakat Papua. Seperti beasiswa Pendidikan, dan program magang bekerja di PTFI.
Ada pula dibidang kesehatan dengan pembangunan rumah sakit yang berhasil membantu Pemerintah menurunkan ancaman penyakit berbahaya, seperti Malaria yang mengancam banyak daerah pelosok Papua.
Lalu ada juga pengembangan bisnis lokal juga mampu membentuk 220 UMKM yang bisa menyerap 1000 lapangan kerja baru, kegiatannya meliputi pendampingan UMKM dan juga pengguliran modal usaha.
Dan terpenting adalah, program pemantauan lingkungan yang berkelanjutan akibat aktivitas ekploitasi tambang untuk memastikan kondisi lingkungan pasca kegiatan tambang akan baik-baik saja.
Setelah Emas, Tembaga dan Perak, selanjutnya Mutiara Hitam?
Jika berbicara hasil tambang berupa logam mulia yang bernilai itu. kita terlupa dengan Mutiara Hitam yang jua hanya terdapat di Papua kan?
Iya, Mutiara hitam yang selalu saja dilekatkan kepada Persipura, klub sepakbola Papua. Ah siapa sih yang tidak suka sepakbola? Sepak bola memang sudah menjadi candu dan entitas yang luar biasa saat ini kan?
BACA JUGA : APAKAH KITA ADALAH SDM UNGGUL DAN PRODUKTIF INDONESIA?
Prestasi dari bidang Olahraga ini tentu sudah membanggakan Papua. Karena banyak pemain Papua yang terlahir menjadi aset Timnas Indonesia. Sebuat saja Boaz Sallosa, Titus Bonay sampai Osvaldo Haay dan masih banyak lagi.
Dibalik kerasnya kompetisi liga 1 Indonesia, untuk menghasilkan Mutiara Hitam pemain berkelas , tentu juga harus dibayar mahal oleh klub Persipura.
Dana sponsorship selalu menjadi darah segar Mutiara Hitam untuk terus berprestasi. Karena dana operasional mengarungi musim kompetisi sepakbola Profesional terus meningkat setiap tahun dengan tren dana Rp 32 Miliar pertahunnya.
Dahulu, ketika polemik perpanjangan kontrak karya PTFI merebak, Persipura terancam untuk mundur dari kompetisi liga, karena terkendala tidak adanya dana sponsorship PTFI.
Namun, yang harus dibanggakan, PTFI masih peduli dengan Mutiara hitam Papua kan? Dengan Sponsorship yang konsisten. Meski kondisi keuangan PTFI belum jelas dengan polemik itu.
Mengharap dana dari Pemda tidak mungkin lagi dilakukan karena terkendala aturan yang tidak membolehkan Pemda memberikan kucuran dana APBD untuk kegiatan Sepakbola Pro.
Ah, berbicara keuntungan bisnis persepakbolaan Indonesia memang masih tahap pematangan. Namun entitas Mutiara Hitam Papua yang sangat kuat, meyakinkan hadirnya konsistensi Sponsorship PTFI itu tak perlu diragukan.
Dan terbaru, PTFI malah memperpanjang kerja sama dengan Mutiara Hitam untuk dua musim, yakni Rp 7.5 miliar, sehingga total Sponsorship menjadi Rp 15 miliar untuk menghadapi musim kompetisi 2020-2021 nanti.
PTFI membanggakan Papua dan Indonesia !
Saya pernah menulis tulisan dengan judul lain, saatnya menyombongkan mutiara hitam ke pentas dunia. Saripati tulisan itu tentu saja ingin mengatakan jika Mutiara hitam bisa menjadi sebuah industri baru yang menggeliatkan Papua kelak.
Tentu saja, dengan pendampingan PTFI sebagai ‘eksploisator’ mutiara hitam. Dalam hal sponsorship, bisa memberikan asa bagi Persipura yang terbukti meyabet banyak Prestasi baik di dalam negeri dan turnamen resmi luar negeri.
Dimana, memang belum ada klub di Indonesia yang bisa menyamai rekor Prestasi Mutiara hitam saat ini kan?
Ini bisa saja menjadi starter industri baru di Papua di bidang olahraga sepakbola dan Indonesia bahkan. Dan kedepannya bisa menjadi andalan baru Papua selain eksploitasi SDA Papua, ketika PTFI tidak beroperasi lagi di Papua!
Buahnya akan terasa manis kelak, dengan lahirnya banyak prestasi dan investasi serta pemain berkelas yang jua dirasakan oleh Bangsa indonesia.
Dan ini bisa menjadi model baru bagi semua Perusahaan di seluruh Indonesia untuk membangkitkan semangat entitas daerah untuk bisa mendunia. Seperti Mutiara Hitam di Papua!