Waa.. apa iya ikan di lautan bisa dihitung kak! Tapi dengan tulisan ini, semoga kita bisa intropeksi, untuk merubah lingkungan kita ke arah yang lebih baik lagi. Yuk disimak
Jika berjalan-jalan ke pasar ikan, dan melihat hasil perikanan yang dijaja disana melimpah ruah, pernahkah kita berfikir pragmatis kok ikan di lautan rasanya tidak terbatas ya?
Apalagi yang pecinta mancing-mania, memandang luas hamparan lautan dan merasakan ikan-ikan yang manja menyenggol umpan di kail pancingan, lantas kita berfikir, tidak ada yang aneh kok di dalam laut kita.
Lantas kita langsung berfikir, bila kita menjaga kebersihan laut kita, ikan pasti beranak pinak dan memberikan sumber perikanan yang berlimpah.
Ah bila kita telah berfikir dan langsung meng-eksekusi dalam sebuah tindakan nyata menjaga kebersihan sih Ok. Nah yang gawat itu yang hanya berteori tok!
Namun bukan itu sih yang menjadi perhatian kita tentang nasib ketersedian ikan sebagai penyuplai kebutuhan harian manusia untuk dikonsumsi. Ancaman yang paling serius itu ya adalah perubahan iklim yang sedang dunia rasakan saat ini –ini serius guys—
Seorang peneliti, pernah mempublikasikan tentang jumlah ikan yang menurun akibat perubahan iklim, dia bernama Chris Free.
Dalam penelitian yang dilansir The New York Times, dia menegaskan jumlah ikan dunia telah berkurang 4.1 persen dalam rentang tahun 1993 sampai 2010.
Empat persen? itu adalah angka yang bisa dikonversikan sebesar 1.4 juta metrik ton ikan yang mencakup tahun 1993 hingga 2010.
Hasil studi itu diterbitkan di jurnal Science pada 1 maret 2019. Dalam penelitian itu, penulis menggaris bawahi jika, faktor dominan pengurangan jumlah ikan di lautan disebabkan dua faktor. Mereka adalah perubahan iklim dan juga penangkapan ikan besar-besaran.
Bisa dibayangkan jika populasi ikan terus menurun, sedangkan suplai protein daging ikan sangat diperlukan sekitar 17% dari asupan protein global di seluruh dunia.
Menurutnya, ada sekitar 56 juta jiwa orang di dunia yang menggantungkan hidupnya di sektor perikanan laut.
Tidak hanya berhenti pada hasil penurunan sekitar 4.1 % secara global itu saja, namun ada bagian wilayah seperti Samudara Atlantik timur laut dan Laut Jepang, jumlah populasi ikannya menurun sampai 35% selama periode penelitian berlangsung.
“Ekosiistem di Asia Timur telah mengalami penurunan produktivitas perikanan terbesar, dan wilayah itu adalah rumah bagi bebrapa populasi manusia terbesar dan populasi yang snagat bergantung pada makanan dari laut.” Ungkap Free.
Metode Penelitian Yang Digunakan?
Para peneliti tadi menggunakan data dari kumpulan 235 populasi ikan yang berlokasi di 38 wilayah ekologi di seluruh dunia. Datanya tiak lantas menunjukkan di mana ikan ikan tadi hidup. Namun bagaimana mereka bereaksi terhadap perubahan suhu air di lingkungan mereka.
Selanjutnya peneliti menganalisi bagaimana suhi laut telah berubah dari waktu ke waktu di masing-masing lokasi. Analisi regional penting karena beberapa bagian lautan lebih cepat panas daripada yang lain.
Perubahan Suhu Pada Perilaku Ikan?
Kehidupan laut mengalami beberapa efek paling drastis dari perubahan iklim. Sebab, lautan menyerap 93 persen panas yang terperangkap oleh gas rumah kaca yang dibuang manusia ke atmosfer.
Hasil sebuah studi yang diterbitkan pada Januari lalu, juga di jurnal Science, menemukan bahwa suhu laut meningkat jauh lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Di tengah kondisi yang berubah-ubah ini, ikan-ikan berpindah-pindah tempat untuk bisa bertahan hidup, untuk mencari suhu air yang mereka sukai.
Bila mereka tak menemukan habitat yang pas, suhu air laut yang tinggi dapat membunuh para ikan itu dan makhluk hidup lain yang menjadi sumber makanan para ikan.
Atas permasalahan ini, para peneliti menyarankan agar kita membatasi penangkapan ikan yang berlebihan dan meningkatkan manajemen perikanan secara keseluruhan agar metode penangkapan ikan yang berkelanjutan bisa diterapkan.
Namun begitu, meski kita telah membatasi penangkapan ikan di lautan, perubahan iklim tetap akan membuat jumlah populasi ikan di lautan berkurang. Jadi, menurut para peneliti, solusi akhirnya tetaplah terletak pada upaya kita untuk memperlambat atau menghentikan perubahan iklim.