Yakinlah, bakat tentu menjadi celah harapan program kampus merdeka di masa Pandemi ini? Yang tidak menjadikan penyesalan salah jurusan kuliah di kemudian hari
Kini rasanya aku sulit sekali menghentikan jemari di papan keyboard, memainkan mouse ke kanan dan ke kiri. Mata jua kompak, trus mengawasi kreasi jemari tadi di layar leptop.
Ah rasanya keasikan selama di rumah saja, akan tergantung dari besar-kecilnya kuota internet saja deh. Hiks..
Ini seolah menjadi tuntutan rutinitas, sekaligus penyaluran hobby, menjalani Pandemi yang tak bertepi, yang menuntut kita sigap adaptif selama di rumah saja kan?
Jujur, usia memang sudah tak-lah muda, namun rasanya diriku masih gesit melalap berjuta celah dan harapan baru, yang berhamburan di dunia maya, lewat dialog-tatap muka online, yang teramat sayang dilewatkan.
Terutama pembelajaran-pembelajaran Webinar gratis, mengasah skill, mempertajam kemampuan IT terkini.
Hasilnya, tumpukan file dokumen, yang menghamburkan kata-kata berbahasa inggris harus segera diterjemahkan. Lagian, orderan design grafis, beserta konten tulisan yang harus dihidangkan di website clien. Semua pekerjaan tadi mengantre rapi via online, dan semuanya harus dikerjakan A.S.A.P hanya di rumah saja.
Nah, kalau boleh jujur, profesiku kini, — copy writer, dan gafis designer- tidak pernah menjadi cita-cita sedari kecil deh.
Akupun sempat heran jua, mengapa semua aktivitas tadi mampu efektif mengisi rongga kantong yang mengering selama Pandemi ini ya?
Poinnya, jika –ternyata- proses belajar itu tak akan pernah usai! Meski notabene kita sudah melahap bangku sekolahan.
Nah, kesimpulan tadi, berhasil dipetik lewat koleksi ragam profesi yang sudah dijalani, yang –sekali lagi- tak pernah dicita-citakan.
Dimana rutinitas kini, pada saat dahulu, malah hanya buat hobby semata. Sebut-lah aktivitas menulis Cerpen, Clubbing English Club sampai ngoding-ngoding pemograman.
Alhasil, hobby itu–malah- menghantarkan diriku berkuliah di fakultas Perikanan kelautan? Ups ada yang salah?
Namun, misteri terjawabkan, di masa Pandemi ini. Dimana perkembangan jaman –memang- benar-benar hadir nyata dalam kehidupan kita.
Lockdown kala Pandemi –misalnya- sudah menjadikan pembelajaran dan gaya hidup hidup baru di lingkaran hidup kita.
Ah, jika saja waktu berputar kembali, rasa-rasanya bolehlah saya memilih menjadi mahasiswa lagi, mendalami ilmu IT, atau mensesapi ilmu komunikasi yang maha penting, yang pasti dibutuhkan di saat ini kan?
Hiks, menyesalkah dengan jurusan dahulu? Tidak ah, yang pasti dari semua pembelajaran selama pandemi kini, sudah memberikan secercah harapan baru paska Pandemi nanti?
Yakni mampu terus menggali bakat, yang terus dikembangkan. Dan akhirnya mampu melahirkan produk kreativitas apa saja, bermanfaat bagi orang lain, terpenting mampu membiayai kehidupan kini dan masa depan nanti.
Memang bisa? Nah, baca terus dong!
Gaskeun harapan kampus merdeka tas Pandemi itu, gaes!
Cita-cita, sedari dahulu selalu saja dihandalkan atas pencapaian seseorang yang berhasil menggapai bangku perguruan tinggi? Rasa-rasanya jika tidak mengenyam bangku kuliah, dilarang memilih cita-cita?
Karena faktanya, Pandemi kini melahirkan stagnasi lulusan perguruan tinggi untuk menggapai cita-citanya? Bisa dilihat, dari dominasi lulusan perguruan tinggi yang belum mampu terserap di lapangan pekerjaan?
Ini tentu menjadikan pekerjaan rumah bagi Perguruan Tinggi dan juga Mahasiswanya, untuk bertanya ada apa dengan kita?
Meraba jawabannya, kita bisalah sepertinya menemukan kebuntuan, menggali sebuah harapan agar benar-benar merdeka, paska menamatkan kuliah –terlebih- di masa Pandemi ini.
Namun jikalau –nanti- para mantan-mantan Mahasiswa mampu berkreasi dan berhasil bergelar pengusaha apa saja, itu malah jauh lebih baik. Tapi.. kesulitannya pasti lebih tajam kan?
Nah, aku menemukan hal menarik dalam webinar Bursa Turki, pada Kamis malam (16/9), pengisi acaranya adalah anak muda, ahli observasi bakat, namanya Andri Fajria. Dia –berani- mengungkap jika benar latar belakang 87% Mahasiswa di Indonesia itu salah jurusan? Duh itu seolah menembak diri ku saja deh. Maluk!
Bakat akan menjadi kata kunci? Dimana tidak berbakatnya seseorang menurutnya bukan berarti tidak dapat melakukan aktivitas apapun.
Namun tantangannya adalah bagaimana agar kita bisa menghadirkan upaya dan usaha yang lebih keras lagi, agar dapat beraktivitas dengan wajar. Karena setiap orang dilahirkan dengan beragam bakat yang terselip dalam diri.
Bakat dalam batasan pemetaan bakat, merupakan kumpulan dari sifat, potensi dan peran alami untuk mampu mendorong kita melakukan hal yang berhubungan dengan produktivitas kerja, lanjutnya.
Dan akhirnya memetik hikmah Pandemi kini –suka tidak suka- memang sudah mendorong siapa saja memunculkan bakatnya?
Termasuk mendorong akselerasi Perguruan Tinggi menghidangkan kemampuan Hybrid, guna menggali bakat mahasisiwa, menjadikannya modal masa depan, untuk benar-benar merdeka.
Dan bersyukur Perguruan Tinggi mampu meracik sinergi, dengan penyesuaian adendum kurikulumnya, Dosen, sistem adiminstrasi hingga pola kerjasamanya kini?
Dan muaranya lahirlah beragam program kampus merdeka, menyemai harapan Mahasiswanya, untuk sukses dalam konteks seluas-luasnya.
Kampus merdeka,bisa apa?
Saya teringat kala masih berkuliah dahulu, ketika saya –berhasrat- sekali bekerja di perusahaan media jurnalistik, saya bisa mengandalkan program magang atau PKL di perusahaan bidang jurnalistik tadi.
Hal itu menjadi sangat penting, di mana ketika kuliah kita hanya terbiasa berangan-angan bagaimana sistem pekerjaan berjalan. Nah dengan terjun ke lapangan, kita menjadi mengerti, menyeimbangkan dunia teori dan praktek kemudian.
Dan terpenting, terbesit harapan besar dari aktivitas magang tadi. Ya siapa tahu, Perusahaan tadi –malah- tertarik merekrut skill kita, ketika lulus nanti?
Nah membangun sebuah link, akan menjadi sangat hal yang berarti kan? Tapi ini pastilah membutuhkan sentuhan fleksibilitas skill lainnya, membangun relasi dalam banyak konteks lain, yang sadar atau tidak, telah diajarkan dari berbagai aktivitas kegiatan-kegiatan kemahasiswaan. Pernah terlibat kan?
Tunjuk sajalah, satu dari banyak Perguruan Tinggi di Indonesia. Unpar?
Universitas Katolik Parahyangan di kota Bandung, yang terbukti sangat detail melahirkan Unparian –alumni Unpar- unggul, lewat beragam program kampus merdekanya di masa Pandemi kini.
Program itu adalah implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), yang diharapkan mampu menggenapkan pertimbangan banyak calon mahasiswa memilihnya, memerdekakan harapan masa depan mereka.
Salah satu program kampus merdeka unggulannya yakni, pertukaran mahasiswa yang memberi kesempatan belajar mahasiswa di luar program studinya (Prodi), di luar Unpar, bahkan di luar negeri, dengan paket program pertukaran pelajar. Program ini tentu saja –bagi saya- menantang.
Biasanya program magang –dahulu- hanya menyediakan paket 3 SKS saja.
Namun di Unpar setiap Mahasiswanya dapat mengambil 20 SKS, guna memetik kenikmatan program kampus merdeka itu, terutama lewat pertukaran pelajar di luar Prodinya lho!
Nah, akhirnya, Kampus merdeka bisalah menjadi celah harapan dalam mengais keberhasilan di masa depan.
Trus bagaimana efektivitas implementasinya itu?
Menengok Unpar memerdekakan Unparian
“Karena kita ingat pilihan prodi, jurusan, dan fakultas tidak selalu berdasarkan pada talenta. Ketidakcocokan itu kadang-kadang terasa saat kuliah. Karena yang kita tahu orang bisa berkarier yang jauh dari ilmu di ijazahnya. Yang sering saya berikan untuk contoh itu Pak Budi Gunadi Sadikin [Menkes],” kata Jokowi
Menyimak pidato Presiden Jokowi dalam acara Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri, di Surakarta, Senin (13/9) lalu, rasanya menguatkan kembali apa yang kita bahas di atas ya? Pandangan itu memberikan penguatan akan tuntutan hadirnya bakat-bakat mahasiswa yang harus difasilitasi perguruan tinggi saat ini.
Hal itu merujuk pada urgensi adaptasi kemampuan Hybrid mahasiswa, yang disebabkan ketidakpastian global. Artinya, kini Mahasiwa tidak –boleh- hanya paham matematika saja, namun seolah dituntut paham statistik, paham komputer, paham ilmu komputer sampai paham ragam bahasa.
Pandemi layaknya sudah mendorong Mahasiwa menjadi sempurna saja? Padahal bagaimana mungkin mensimulasikan program kampus merdeka, dengan keterbatasn pertemuan tatap muka Perkuliahan yang menjadi kunci efektifitas program itu kan?
Namun nyatanya, UNPAR telah berhasil meracik pemanfaatan kemajuan teknologi digital guna mendorong harapan-harapan yang terselip dalam program kampus merdeka menjadi nyata dirasakan Unparian.
Lewat IDE (Interactive Digital-Learning Environtment) misalnya, sebuah situs pembelajaran digital, yang sudah dioptimalkan dalam pembelajaran daring selama Pandemi ini. Selain juga menggunkan platform Google Classroom dan Zoom.
Bagaimana meyakinkan IDE UNPAR berguna mewujudkan program kampus merdeka itu?
- IDE menjadi sarana para dosen, memberikan perkuliahan secara asinkronus. Artinya, dosen mampu membagi materi perkuliahan dengan format teks, gambar, audio/video, dan materi atraktif lainnya di sana. Dan mahasiswa mampu menikmati semua materinya itu tanpa batas waktu.
- Dosen menjadi mudah melakukan asesmen pembelajaran daring lewat forum, workshop, kuis, penugasan dan lainnya.
- IDE menjadi sebuah peluang baru, yang tampil relevant digunakan di masa mendatang lewat flipclass learning.
Nah artinya, IDE pastilah akan memberikan kemudahan menyelengarakan kelas-kelas online pada program kampus merdeka mahasiswanya kan?
Oleh karenanya Hybrid-learning atau penggabungan pembelajaran tatap muka dan maya, seharusnya terus mampu diterapkan di masa mendatang.
Urgensinya, tentu saja akan lebih memudahkan menyelenggarakan kelas kampus merdeka dari mana saja, dan kapan saja serta untuk siapa saja, mendulang bakat Hybrid mahasiswa.
Siap merdeka? Coba empat langkah ini memulainya, gaes!
Bagi saya kemerdekaan harus diperjuangkan, dengan terus mengeksploitasi bakat dan kemampuan paling dasar. Nah bagaimana menemukan bakat kita, yang selanjutnya bisa disalurkan pada kelas kampus merdeka?
Elaborasikan formula 4E
- Easy : Yakni bagaimana suatu kesukaan/aktivitas kita mudah kita kerjakan kapan saja!
- Enjoy : Jika kemudahan itu sudah hadir, apakah kita mampu menikmati pekerjaan itu, dengan suka cita?
- Excellent : Nah biasanya, jika perkerjaan itu mampu dikerjaan dengan senang hati, pastilah mampu menghasilkan output atau hasil yang mampu dihargai orang lain. Jika sudah sampai di titik ini, kehadiran bakat kita bisa kita petik saja.
- Earn : Saatnya penghargaan orang lain atas aktivitas/bakat kita, mampu kita kapitalisasi lewat apresiasi manfaat sepantasnya, berupa hal materil kan?
Jadi ya sesederhana itu! Lewat 4 hal tadi, bisa saja memunculkan bakat, dan lekas saja kita salurkan ke dalam program kampus merdeka yang terbuka di Unpar.
Ahhh.. beruntunglah saya merasa sudah memulai merdeka atas Pandemi ini. Nah terus kamu kapan?