Meneladani Azazi, dari Seni, Orbitkan Prestasi Kaum Marjinal Samarinda

Tirtonegoro Foundation

Gerimis menghampiri kawasan Gerilya-Solong, Jumat Sore (15/9). Tatapan mata beberapa wanita mengintai kepada setiap orang asing yang hilir-mudik mendatangi kawasan Utara Samarinda itu.

Duh, aku baru sadar jika langkahku ternyata berlebihan dari tujuan semula. Dan memang harus kupaksakan saja terhenti di sebuah pos jaga, demi menanyakan sebuah nama.

Jujur, ini merupakan kali pertama kunjunganku dimari.

Sudah rahasia umum, jika kawasan jalan Gerilya-Solong Samarinda merupakan salah-satu wilayah undercover Samarinda, iya salah satu kawasan bisnis prostitusi legendaris yang sejak lama hadir di sudut utara kota Samarinda.

Dan aktivitas ekonomi prostitusi itulah yang mudah saja mencap stigma kawasan Gerilya-Solong sebagai salah-satu kawasan marjinal, yang berpotensi melahirkan ‘lost generation” akibat dampak aktivitas prostitusi tadi.

Nah, menurut definisinya, kelompok marjinal merupakan sekelompok warga yang terpinggirkan, tak miliki akses atas sebuah kebijakan wilayah. Kelompok ini bisa saja merupakan kelompok kaum perempuan, warga miskin, serta kelompok difabel.

aktivitas Tirtonegoro Foundationuntuk memantik literasi bagi anak-anak kawasan Marjinal Samarinda
Aktivitas Tirtonegoro Foundation untuk memantik literasi bagi anak-anak kawasan Marjinal Samarinda I Properti IG @rahmad_azazirhomantoro

Lain dahulu, lain sekarang, perubahan kawasan Solong yang drastis terkini terungkap secara empiris di dalam sebuah penelitian Mahasiswa Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda di tahun 2019 lalu.

Nah, dalam Tesis yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Anak terhadap Tanggung Jawab Orang Tua, Studi Kasus di Lingkungan Lokalisasi Bandang Raya Solong Samarinda” ternyata terdapat dua hal penting menarik untuk disimak. Apa saja itu?

  • Pertama, perkembangan anak di kawasan Lokalisasi Bandang Raya Solong Samarinda, sudah mengalami tumbuh kembang yang baik, artinya tidak ada yang berdampak negatif atas aktivitas prostitusi di sana. Hal itu karena para orang tuanya, telah memberikan tanggung jawabnya atas Hukum Islam dan Undang-Undang perlindungan Anak.
  • Kedua, akibat faktor ekonomi yang dialami Pekerja Seks Komersial (PSK) serta penilaian atas pengawasan yang lemah terhadap keputusan Pemerintah yang telah menutup kompleks lokalisasi Solong, disinyalir mudah kembali membangkitkan bisnis prostitusi itu kembali di sana.

Nah, jika sekelebat mata memandang, kedua hal itu bersilangan, bukan?

Dan bisa menjadikan celah atas titik balik memperkuat hadirnya kelompok marjinal baru, atas dampak aktivitas prostitusi baru di sekitar kawasan Solong di masa mendatang.

Dan, tentu saja fenomena itu seharusnya juga akan menjadikan tuntutan atas kepedulian bagi anak muda untuk mau dan mampu menggeliatkan sirkel kaum muda di kawasan Marjinal, untuk juga berprestasi, berjajar dengan generasi muda lainnya, dalam membangun daerah dan bangsa.

Namun jika, menyibak hasil Tesis poin pertama di atas, tentu akan menjadi menarik untuk kita jawab bersama-sama, bukan?

Terutama menebak, siapakah salah-satu aktor muda yang telah berhasil membalikkan perubahan kawasan Marjinal kawasan Gerilya-Solong Samarinda itu, untuk mau dan mampu bangkit, dan berprestasi, mengharumkan nama keluarga mereka, dan sekaligus melepaskan stigma marjinal pada daerah domisili mereka itu.

Siapa Rahmad Azazi Rhomantoro?

Tak lama seorang lelaki tua tergopoh menghampiriku, dan ingin menjawab pertanyaan atas sebuah nama yang diajukan. kepadanya.

Dia terdiam sebentar, mengingat-ingat lagi, dan langsung menunjuk sebuah tempat di arah belakang di kawasan yang sedang kuinjak saat ini.

Nama Toro, ya panggilan Rahmad Azazi Rhomantoro ternayata sudah cukup akrab di telinga masyarakat Gerilya-Solong ini.

Nah, ternyata lokasi yang kumaksud hanya berjarak sekitar 300-an meter dari kompleks prostitusi Solong yang samar-samar masih aktif itu. Lokasi yang kumaksud menunjuk pada sebuah rumah tua nan sederhana.

Rumah Tirtonegoro Foundation yang berada dalam Kawasan Marjinal Samarinda I Dokpri
Rumah Tirtonegoro Foundation yang berada dalam Kawasan Marjinal Samarinda I Dokpri
Rumah Tirtonegoro Foundation yang berada dalam Kawasan Marjinal Samarinda I Dokpri
Rumah Tirtonegoro Foundation yang berada dalam Kawasan Marjinal Samarinda I Dokpri
Ruang dalam rumah Tirtonegoro Foundation di kawasan Gerilya Samarinda I IG @tirtonegoro_foundation

Aku lantas coba mendekati rumah bercat putih dan reot, yang terlihat sepi saat itu. Di sana masih terpampang pula papan yang bertuliskan Tirtonegoro Foundation.

Meski terlihat bangunan tua, tempat itu ternyata sudah menjadi saksi bisu, sepak terjang sosok Rahmad Azazi Rhomantoro, dalam menerjemahkan seni menjadi prestasi.

Dan tentu saja kepedulian sosok Rahmad Azazi Rhomantoro atau dipanggil Kak Azazi, dalam menerbitkan prestasi kaum marjinal Gerilya-Solong, sangatlah beralasan. Secara, semenjak kecil, dia dan keluarganya berdomisili di kawasan Gerilya-Solong ini.

Meskipun dilahirkan dari keluarga pendidik, dimana kedua orang tuanya adalah seorang Guru. Musikalitas berkesenian Kak Azazi memainkan ragam alat musik tradisional yang diasah dari kursus musik, menjadikan medium ampuh mengenalkan khasiat seni kepada lingkungannya.

Kak Azazi, sangatlah fasih memainkan alat musik, mulai dari Sape, Gambus, Tambur, Jimbe, Karinding, Drum, Keyboard, gitar, Bass, Biola, Saxophone dan Suling.

Tidak itu saja, kemampuan seninya, yang dia juga dapat dari ragam komunitas Sanggar seni, mengilhami dirinya, untuk dapat mendirikan sebuah sanggar seni jua di 2014, di rumah tua ini.

Nah, Sanggar Seni Perintis atau Sesentis, yang bermarkas di rumah tua ini, ternyata berhasil mengajak sirkel generasi muda di sana, terutama anak-anak belia dari kelompok umur, untuk ikut serta di dalamnya.

Dan –masih–  di rumah tua itu, Kak Azazi mengajarkan ragam tari, teater, musik tradisional hingga modern kepada generasi belia.

Dan siapa sangka, dari rumah tua jua, telah, berhasil menyiapkan ragam pertunjukkan apik, yang kerap hadir dalam event-event internasional, seperti South Borneo Art Festival dan Lanjang Art Festival.

Nah, akhirnya, dalam perkembanganya di 2017, Kak Azazi menggagas hadirnya Tirtonegoro Foundation ini, agar pergerakannya dapat lebih lincah menjangkau kolaborasi yang lebih luas ke beberapa wilayah Marjinal di Samarinda.

Kolaborasi itu mencakup ke dalam bidang pendidikan, seni, budaya serta UMKM, dan juga bisnis.

Rumah tua itu, yang menjadi markas Yayasan Tirtonegoro, terus menghantarkan Kak Azazi semakin produktif dan aktif saja, berkontribusi menghasilkan karya seni.

Tercatat, ada 28 pertunjukkan seni bersama komunitasnya, yang mendapuk dirinya sebagai Sutradara, Asisten sutradara, sekaligus aktor dalam pertunjukkan itu.

Nah, judul karya seperti Butir-butir emas, Taman Budaya Solo serta Kartini Berdarah lolos dalam kurasi sebagai Arranger di festival seni internasional South Borneo Art Festival di Bukit Kiram dan Lanjang Art Festival

Rahmad Azazi Rhomantoro ketika menerima apresiasi pemuda pelopr Kaltin di DPRD Kaltim I Kaltimkece
Rahmad Azazi Rhomantoro ketika menerima apresiasi pemuda pelopr Kaltin di DPRD Kaltim I Kaltimkece.id

Namun, prestasi Kak Azazi tidak berhenti sampai disitu saja. Kefasihan menulisnya berhasil jua menelurkan 25 buku ilmiah dan kumpulan sajak. Sebut saja pustaka yang dia hadirkan, seperti Sajak cinta sang Durjana, Fajar bagi Si Rhoman, Lukito Tirtonegoro, Manajemen Kehumasan serta Manajemen perpustakaan.

Nah, dari setitik Prestasi Kak Azazi yang sangat berdampak langsung pada pengembangan keterampilan generasi muda di daerah Marjinal Samarinda. Kak Azazi terundang bersama para petinggi Pemerintah Daerah pada peringatan HUT ke-66 Provinsi Kalimantan Timur yang dihelat pada 5 Januari 2023, di ruang rapat paripurna Gedung DPRD Kaltim,  

Disana Kak Azazi, pria yang berkelahiran 1994 itu, didapuk sebagai tokoh pemuda berprestasi di bidang seni budaya yang berkiprah sebagai seorang penulis, pelaku seni sekaligus pegiat literasi daerah Kaltim.

Curhatan Kak Azazi membumikan seni di tanah Marjinal via Zoom Astra

Pertemuan Zoom bersama Rahmad Azazi Rhomantoro  menggali inspirasi pendidikan berbasis seni kawasan marjinal Samarinda
Pertemuan Zoom bersama Rahmad Azazi Rhomantoro menggali inspirasi pendidikan berbasis seni kawasan marjinal Samarinda I Dokpri

Nama Rahmad Azazi Rhomantoro sebenarnya sudah berkibar lama, terlebih setelah dirinya mendapat Apresiasi Astra tingkat provinsi 2021 lalu, lewat program yang berjudul “Pendidikan Marjinal Berbasis Seni”

Dalam konteks programnya itu, Kak Azazi banyak bercerita banyak hal, yang tumpah dalam pertemuan online Zoom pada Kamis (14/9).

Dimana Kak Azazi meyakini sekali, jika wadah seni merupakan cara ampuh dalam menanamkan nilai pendidikan yang amat berkarakter.

Dimana hal itu, sudah dia buktikan, lewat aktivitas berkesenian yang berhasil membuat karakter anak-anak marjinal lebih tangguh, dan mampu berprestasi, dengan baik, seperti anak muda umum lainnya.

Aktivitas di rumah Tirtonegoro Foundation bersama anak-anak Marjinal Samarinda yang memperkenalkan seni I Tirtonegoro Youtube
Aktivitas di rumah Tirtonegoro Foundation bersama anak-anak Marjinal Samarinda yang memperkenalkan seni I Tirtonegoro Youtube
Aktivitas di rumah Tirtonegoro Foundation bersama anak-anak Marjinal Samarinda yang memperkenalkan seni I Tirtonegoro Youtube
Aktivitas di rumah Tirtonegoro Foundation bersama anak-anak Marjinal Samarinda yang memperkenalkan seni I Tirtonegoro Youtube

Meski diakuinya, untuk menjalankan misi pendidikan berbasis seni itu tidaklah mudah, menularkan begitu saja pada kaum Marjinal itu. Karena, ketika berada di tengah-tengah kelompok Marjinal, selalu saja ada kelompok masyarakat yang tidak suka, akan sebuah kemajuan yang positif.

“Pernah ada sekelompok orang datang dengan parang dan minuman keras, mendatangi aktivitas yang sedang saya lakukan,” Kenangnya

Namun herannya, alat musik tradisional Sape yang dia sempat pertunjukan kepada kelompok tadi, nyata berhasil menggugah hati mereka, dan mendapatkan pemahaman akan pentingnya sebuah skill berkesenian, bagi perkembangan positif anak-anak di daerah Marjinal.

Dan –malah— dari pertunjukan alat musik tadi, bisa menjadikan sebuah penerimaan mereka, terhadap kehadiran aktivitas Rahmad Azazi Rhomantoro bersama anak-anak di kawasan Marjinal di sana.

Namun –memang– rasanya batu sandungan tidak berhenti disitu saja. Masalah klasik, tentang finansial juga kenyang dilahapnya.

Dimana untuk menjalankan program-programnya,, Kak Azazi harus merogoh dana pribadi, dan selalu saja berpindah-pindah tempat, untuk menyiapkan pertunjukan bersama komunitasnya dan sirkel anak mudah di kawasan Marjinal.

Dan hal penting, yang menjadi catatan atas pengalamannya itu. Kak Azazi membuktikan jika metode berkesenian, ternyata berhasil mengubah karakter anak yang pasif, menjadi lebih aktif, dan berhasil pula melahap kerasnya kompetisi di jalur seni, menularkan banyak prestasi yang mudah jua dikonversi menjadi materi, sekaligus kebanggaan orang tua mereka.

“Anak-anak yang kita bina, kita kasi kegiatan di sabtu-minggu. membaca puisi, berpantun, bercerita serta belajar yang disesuaikan dengan umur mereka” Jelas Azazi, dalam pertemuan Zoom itu.

Dan kini. setelah menuai banyak apresiasi atas dampak program pendidikan berbasis seni itu, diakuinya telah banyak membantu dalam hal finansial menjalankan program-program yayasan.

Dan terpenting –lagi– branding Tirtonegoro Foundation itu, sudah pula mempermudah link dalam berkolaborasi dengan siapa saja, dan membeaskan ketergantungan pada bantuan Pemerintah.

Nah lewat Tirtonegoro Foundation –juga–, Kak Azazi dan timnya, berhasil bergerak lincah menancapkan program lainnya yang saling mendukung, dalam menjamin keberlangsungan Program-programnya tadi. Diantaranya pengembangan program bidang pendidikan literasi. Berkesenian, UMKM dan juga bisnis.

Rumah Tirtonegoro yang baru yang diperkenalkan di laman Youtube Tirtonegoro Foundation
Rumah Tirtonegoro yang baru yang diperkenalkan di laman Youtube Tirtonegoro Foundation I Screenshoot Tirtonegoro Youtube

Kini perluasan program juga sudah hadir menjangkau kawasan Marjinal lainnya di Samarinda, seperti di kawasan Pemuda, Gunung Lingai, dan kawasan pinggiran sungai hilir Karang Mumus, di daerah Selili Samarinda.

Dan, tentu saja aktivitasnya terkini yang meraih segudang prestasi juga sudah mendapatkan banyak perhatian, dari banyak kalangan. Salah-satu buktinya, adalah terbangunnya rumah Tirtonegoro yang baru dan lebih layak, sebagai markas Kak Azasi berkreasi bersama tim Tirtonegoro, bagi pendidikan berbasis seni di daerah Marjinal Samarinda lainnya.


Sedari dulu saya memang mencintai seni, tidak mematikan rasa dan makna, sehingga rasanya lebih nikmat ketika berkesenian. Tapi hal itu semakin tumbuh ketika kepergian almarhumah ibu saya pda 2014. Saya merasa hancur saat itu. Tapi dibalik itu, saya merubah mindset pikiran bahwa kita pemuda harus lebih aktif, integratif, kolaboratif, untuk menciptakan suasana hangat khususnya di kota Samarinda dan Provinsi Kaltim.”

— Rahmad Azazi Rhomantoro, Kutipan Kaltim Pos, 25 Agustus 2023

SATU Indonesia Award, sebuah kekuatan Kak Azazi untuk tetap konsisten berkarya

Nah, di dalam Zoom meeting itupula, Kak Azazi secara tegas ingin terus konsisten menancapkan karakter berkesenian kepada generasi muda, lewat wadah Tirtonegoro Foundation-nya.

Keyakinan itu, dia katakan, setelah berhasil mematangkan berbagai kolaborasi pertunjukan seni yang akan dilakukan di luar daerah, salah satunya di Jakarta dan juga Yogyakarta, untuk memperkenalkan budaya Kaltim ke khalayak luar.

Dan kebanggannya pun semakin membuncah kala semua pembiayaan pergelaran tadi, mulai dia dapat dipenuhi secara swadaya, lewat kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Pemerintah daerah dan juga Pemerintah pusat, serta swasta.

“Kalau harapannya, hanya kami dan tim diperkuat, diberi kesabaran, loyalitas dan konsistensi,” Tegasnya. menjawab harapannya ke depan, bersama Tirtonegoro Foundation.

Dan, terpenting –lagi– terpilihnya kak Azazi sebagai penerima Astra tingkat provinsi 2021 lewat program pendidikan Marjinal berbasis seni, menjadikan sebuah kekuatan lebih untuk terus berkontribusi menciptakan karya apik anak-anak Marjinal Samarinda lainnnya.

Infografis Rahmad Azazi Rhomantoro I Kaltimkece.id

Dia mengakui, selain Reward, adapula dana yang didapatkan dari Astra yang menjadi suntikan finansial memajukan program-programnya.

Terlebih, aliran Sembako yang terselip dalam Reward Astra itu juga sangat berdampak bagi masyarakat sekitar, yang masih berkelindan dengan masalah ekonomi harian yang pelik.

Aktivitas Tirtonegoro Foundation yang menanamkan keterampilan seni pada anak-anak di kawasam Marginal Samarinda
Aktivitas Tirtonegoro Foundation menjamah kawasan Marjinal Samarinda I ScreenShoot IG @tirtonegoro_foundation

SATU Indonesia Award adalah program pemberian apresiasi bagi generasi muda Indonesia yang berprestasi dan mempunyai kontribusi positif bagi masyarakat ke dalam lima bidang, yakni kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, dan Teknologi.

Serta satu kategori kelompok yang mewakili lima bidang tadi.

Dan program ini sudah berjalan sejak tahun 2010, sehingga di tahun 2023 sudah menempuh angka 14 tahun. Dan SATU Indonesia Awards tahun 2023 ini mengusung tema “Semangat untuk hari ini, dan masa depan Indonesia.

Nah, dengan aplikasi pendidikan Berbasis Seni yang sudah Kak Azazi terapkan di kawasan Marjinal Samarinda lewat Tirtonegoro Foundation, seharusnya mampu menjadikan inspirasi baru, menggandakan program-program serupa, di banyak wilayah Marjinal lainnya, lewat sosok-sosok pemuda yang lebih energik, dan berdaya bagi lingkungannya.

Tiga Artikel Wadai paling Populer, Yuk Klik-in!

error: Content is protected !!