Matheus Pato memutuskan mengakhiri kiprahnya di Liga 1 2023/2024 bersama Borneo FC, dengan status pemain Transfer. Wajar lah, jika keputusannya akan menjadi sebuah misteri bagi fans Borneo FC, karena dirinya baru saja memulai 3 laga perdana di kompetisi Liga 1.
Bertanya juga kan mengapa Matheus Pato tega ya meninggalkan Borneo FC yang berhasil membesarkannya menjadi bintang baru liga 1 Indonesia? Padahal, Borneo FC sudah mengikatnya hingga 2025 mendatang.
Dikabarkan, sebuah klub asal China Shandong Taishan berhasil menggodanya meramaikan liga kasta tertinggi China. Menurut situs transfermarkt saja nilai Matheus Pato sudah mencapai Rp 6,95 miliar, per 10 maret 2023 lalu.
Wah, bisa dibilang nilai itu lebih tinggi Rp 2 miliar-an kala Borneo FC mendapatkannya dulu, sebesar Rp 3,35 miliar dari klub asal Korea Selatan, Daejeon Hana Citizen.
Dan nilai itu menjadikan rekor tersendiri bagi nilai Matheus Pato sejak 2018 lalu.
Nah, sampai disini, kita bisa saja berkata, jangan-jangan faktor materi yang menjadikan latar belakang dan ketegaan Borneo FC melepas Matheus Pato, lewat status Transfer Pato, ya?
Namun, mudah jua bagi kita, membayangkan bagaimana Matheus Pato mendapatkan bayaran yang berlipat, karena Liga China terkenal royal membelanjakan uang mereka untuk membeli pemain Top.
“Atas permintaan Matheus Pato, Borneo FC Samarinda dan Shandong Taishan Football Club (China) telah bersepakat untuk melakukan transfer,” tulis Borneo FC di Instagram, dikutip Rabu (19/7/2023).
Menganalisa keputusan transfer pemain Borneo FC, bak simbiosis mutualisme, dan yang pasti menguntungkan baik club dan juga pemain, bukan? Meski, jika dihubungkan dengan keharmonisan club yang sedang menjajaki awal musim kompetisi pasti juga memberikan dampak, dan kerugian atas pencapaian target juara Borneo FC.
Dan itu menarik dibahas!
Apa itu transfer pemain?
Sejatinya sepakbola adalah industri, dan pasar global bagi pemain Top klub sepakbola, Jadi setiap klub sepakbola akan berlomba menyiapkan biaya transfer bagi pemain incarannya.
Nah, ketika seorang pemain sepakbola Pro sudah menandatangani kontrak pada sebuah klub bola dalam jangka waktu lama, katakan saja 5 tahunan. Namun jika pemain itu, memutuskan untuk pindah klub sebelum masa kontraknya selesai, klub barunya harus menyiapkan biaya tranfer pemain itu. Dan dalam biaya transfer itu, sudah termasuk biaya kompensasi ke klub lama pemain itu.
David Beckham, merupakan pemain Top yang kerap berpindah dari satu klub ke klub lainnya, dan merogoh biaya transfer klub barunya.
Transfer Pemain, sebuah ritual bisnis bola
Di sebuah negara, yang telah berhasil menyulap industri bola, sangat lumrah bagi klubnya merogoh ratusan juta dolar, untuk mendapatkan pemain top setiap musim panas hadir. Lantas spontan terbayangkan, bagaimana ribetnya proses transfer itu sih?
Teringat pada biaya transfer sosok Neymar, bintang bola Brasil yang pindah dari Barcelona ke Paris Saint Germain, bernilai 3,5 triliun rupiah. Nilai ini lebih besar dari biaya transfer Paul Pogba di klub Paris Saint Germain. Sampai sini, kita bisa simpulkan tiada batasan biaya transfer pemain itu ya? Dan selalu saja bernilai fantastis.
Dalam regulasi FIFA, proses transfer dilakukan dua periode, sebuah klub dapat belanja pemain asingnya, dan dikenal dengan istilah jendela transfer.
Nah, dalam proses transfer biasanya pemain dan agennya bersama dengan klub akan sengit membagasa sebuah kontrak baru yang detail, terutama mengenai gaji, bonus dan loyalitasnya.
Terpenting lagi, harus ada pemeriksaan medis untuk memastikan apakah seorang pemain yang akan menjalani status transfer layak bermain. Jika dalam pemeriksaan itu terdapat indikasi cedera yang tak terdeteksi sebelumnya, jelas akan berpengaruh pada biaya transfernya.
Kembali ke transfer Neymar, uang senilai Rp 3,5 Triliun atau 222 juta Euro, itu tak lantas dibayarkan untuknya. Namun PSG akan membayarkan biaya transfer itu ke Barcelona, meyakinkan jaminan untuk segera menggunakan Neymar.
Dan dalam kesepakatannya, Neymar dan Agen hanya berbagi pembayaran yang didapat 38 juta Euro saja, yang dihimpun dari berbagai sumber berita
Dan selanjutnya klub Paris Saint Germain (PSG) membayarkan gaji Neymar sekitar 45 juta euro per tahun, sebelum pajak. Dan diharapkan dengan kesepakatan itu, PSG akan kecipratan untung dari nama dan hak Citra seorang Neymar kala membela PSG di liga prancis.
Nah menarik membahas hal citra? Dimana hak ini juga terasa alot dalam penentuan kesepakatan kontrak pemain bola. Klub besar biasanya akan meminta hak spesial dalam mengontrol bagaimana citra pemain itu muncul dalam iklan dan publisitasnya.
Dan solusinya, biasanya akan ditarik kesepakatan jika semua pihak akan mendapatkan pendapatan dari hal citra fifty-fifty, antara pemain dan klubnya
Dari Mana Klub harus menyediakan biaya transfer pemainnya?
Dalam industri bola yang dijalankan klub Eropa, sudah berhasil menghasilkan pundi dari Liga mereka. Dalam sebuah laporan, sebanyak 20 klub terkaya di dunia yang berasal dari Eropa menyebut mampu menghasilkan Rp 117 Triliun pada musim 2015/2016 lalu. Sebut sajalah, Manchester United, yang biasa menghasilkan Rp 10 triliun per-Musimnya.
Jika dibedah, pundi itu mereka hasilkan dari sponsor iklan dan barang dagangan sebesar 43%, menjual hak siar dan tiket 18%, dan juga berharap pada merchandise klub. Tidak itu saja! biaya transfer akan menjadi cara jua menghasilkan pundi Klub, dengan menjual pemain Top mereka, dan mengoleksi pemain berpotensi lainnya.
Nah, biaya transfer semakin kemari menjadikan andalan arus kas pada sebuah klub, terlebih kini dibebaskannya pembatasan pemain dari Uni Eropa yang akan melahirkan pasar internasional yang kompetitif.
Lihat saja, hampir 70% pemain di liga Inggris adalah ekspat, bukan? Dan hak siar sudah menjadikan klub-klub kaya mampu menghasilkan pundi yang lebih banyak lagi, dan berhasil mempersiapkan biaya tranfer pemain yang terus saja melonjak. Dan itu menjadi perputaran bisnis, dan menjamin eksistensi sebuah klub bola.
Di inggris, stasiun TV BT dan Sky menyebut, harus membayar Liga primer lebih dari Rp 170 miliar, untuk satu pertandingan saja! Tentu saja, balik lagi kepada daya beli yang besar itu akan selalu terkorelasi pada banyak uang untuk transfer pemain internasional.
FIFA menyebut di 2016 saja, rekor Rp 65 triliun dihabiskan untuk 14,591 kesepakatan kontrak yang terjadi di seluruh dunia, atau dalam satu kesepakatan terjadi kontrak yang bernilai Rp 4,5 miliar.
Proses Transfer apakan bisa menajdi andalah pendapatan Klub?
Dalam kasat mata, memang bisa jika biaya transfer yang tinggi akan mudah membunuh industri bola untuk lebih kompetitif. Karena hanya klub klub kaya saja, yang dapat merasakan dampak dari status transfer seorang pemain bola itu.
Namun, sebuah fakta yang ditunjukkan FIFA menyebut jika biaya transfer yang tinggi, tidak berlaku di semua tempat, hanya sekitar 14% saja dari semua proses transfer di seluruh dunia, yang melibatkan status transfer, dengan biaya transfernya. Sisanya, proses transfer tidak berbiaya, karena kontrak seorang pemain habis, dan mereka melanjutkan kesepakatan baru di klub barunya.
Dapatkah pemain bola Liga 1 mampu meramalkan biaya transfer ya?
Ah rasanya, Matheus Pato asal Borneo FC bisa saja berhasil menyimulasikan diskusi diatas, siap menghantarkan liga 1 Indonesia menjalankan industri bola seperti negara Eropa ya? Ya meski perih melepas Pato bagi semua fans Borneo FC.
Jika saja, setiap klub atau sebuat saja Borneo FC memiliki strategi menghasilkan pundi dari biaya transfer pemain, ya apa salahnya? Terlebih, kini sudah ada pelonggaran kuota pemain asing yang lebih banyak, yakni 5 pemain asing.
Dan jika saja banyak yang menyebut, menjalankan klub bola di Indonesia belum profit, bisa saja Borneo FC mulai mencicipi lezatnya industri bola itu, yang makin menyala di Banua Etam.
Duh setelah keberhasilan transfer Matheus Pato, siapa lagi bintang Samarinda yang akan menjadi super bintang di industri Bola dunia mendatang lewat status pemain transfernya?
Layak disimak, sepak terjang Borneo FC!