Tim peneliti dari Pennsylvania School of Medicine University di Amerika sudah melakukan riset soal tadi. Dengan kata-kata yang kita tulis di laman media sosial kita, bisa menjadi acuan penyakit yang kita idap. Hal tadi juga sudah dipublikasikan di jurnal PLOS One.
Dalam penelitian itu mengamati, postingan 99 akun media sosial Facebook, yang dijadikan respondennya. Nah, peneliti menemukan prevalensi dari sebutan kata postingan tertentu, menjadi prediktor terbaik atas depresi, rasa cemas, penyakit seksual menular dan ketergantungan zat kimia.
Contohnya, penggunaan kata dalam postingan ‘minum’ dan ‘botol’, bisa menjadikan indikasi kuat atas ketagihan alkohol. Sedangkan bahasa atau kata-kata cabul dijadikan rujukan menderita ketagihan obat-obatan.
Raina Mercant, mengatakan dalam media Newsweek, jika media soisal menunjukkan gaya hidup yang dipilih dan pengalaman atau bagaimana perasaan si pemilik akun medsos
Dalam risetnya itu, dia menemukan postingan Facebook bisa dijadikan prediksi seperti gejala depresi tiga bulan lebih awal dibandingkan diagnosa klinik. Sekitar 950 ribu postingan menjadi rujukan dalam penelitian, yang diambil anara Maret 2009 hingga Oktober 2015.
Hebatnya, dalam penelitian ini, beberapa bahasa atau kata-kata dalam postingan media sosial cenderung berkorelasi dengan 21 kondisi medis. Eh malah, prediksinya lebih presisi untuk 10 jenis penyakit, dibanding dengan prtediksi informasi demografi.
Contoh postingan yang wah, dalam penelitian ini adalah para responden yang sering menggunakan kata ‘Tuhan’ dan ‘doa’ di status media sosial memiliki kodnsisi medis tertentu lho.
Kondisi medisnya gak nanggung-nanggung, mereka yang meyukai kata-kata tadi cenderung menderita penyakit diabetes tipe 2 dibandingkan mereka yang tidak sering menggunakan kata-kata itu
“Tidak mengejutkan bahwa seseorang yang mengalami depresi mungkin memposting hal-hal mengenai suasana hati mereka,” kata Merchant.
“Tapi, kita tidak banyak mengetahui bahasa dari, katakanlah, diabetes. Jadi ini adalah sesuatu yang ingin kami pelajari lebih lanjut,” tambah dia.
Dari 999 responden riset, 76 persen di antaranya adalah perempuan. 70 persen responden berusia di bawah 30 tahun dan 71 persen adalah orang Afrika-Amerika atau Afro-Amerika, kelompok masyarakat di Amerika Serikat yang nenek moyangnya berasal dari Afrika.
Dibanding masyarakat lain di Amerika Serikat, orang-orang Afro-Amerika memang memiliki tingkat diabetes tipe 2 yang lebih tinggi. Para peneliti menemukan bahwa dalam riset ini, orang-orang Afrika-Amerika yang sering menggunakan kata “Tuhan” dan “doa” di Facebooknya memang lebih mungkin menderita diabetes tipe 2.
Pada Januari 2019 Pew Research Center, lembaga riset di AS, mengungkap sebuah laporan mengenai orang-orang religius. Laporan itu menemukan bahwa orang-orang religius lebih cenderung menjauhi rokok dan minum alkohol.
Tetapi, ada beberapa studi lain yang mengindikasikan bahwa individu yang rutin mendatangi acara keagamaan cenderung lebih gendut. Kegendutan memiliki hubungan dekat dengan diabetes tipe 2. Para peneliti menduga orang-orang religius mungkin menganggap makanan sebagai sesuatu yang lebih bisa diterima, ketimbang hal-hal lain.
“Banyak agama di AS memiliki prioritas menghindari dosa-dosa, seperti merokok, konsumsi alkohol berlebih, dan pergaulan bebas,” tulis peneliti dalam sebuah riset di Journal for the Scientific Study of Religion. “Kerakusan (atas makanan) tidak mendapat kecaman yang sama dengan dosa lainnya,” tambah mereka.
Diagnosis kondisi kesehatan dari media sosial
Setiap harinya ada lebih dari 2 miliar orang menggunakan media sosial. Merchant mengatakan bahwa posting-an orang-orang itu bisa membantu para profesional mendiagnosis atau bahkan mencegah suatu kondisi tertentu.
“Langkah selanjutnya adalah untuk memikirkan bagaimana kita bisa menggabungkan informasi ini. Lalu menanyakan kepada pasien apakah mereka mau membagi informasi itu dengan dokternya,” pungkas Merchant.
Sumber bacaan: Kumparan