Bagai sayur tanpa garem, bisa jadi kalimat itu mewakili jawaban atas judul artikel ini. Bagaimana mungkin etalase Foto-foto cantik yang kita sudah pajang ena-ena gak boleh dikasi jempol lagi. Huh, Demoo yok!
Sebenarnya, apa sih maksud kita majang beraneka macam foto di beranda Media sosial Instagram kita?
Jujur saja deh! Salah satunya tentu ingin mencuri perhatian follower kita kan? atau bahasa yang awam buat para pedagang online ya buat ‘ngecap’ biar dagangan dalam foto itu laris manis.
Semakin banyak jempol yang mendarat di foto Instagram kita tentu saja membuat kita rasanya melambung ke langit ketujuh.

Dan membuat kita menjadi berbangga diri. Eh, tentu itu bukan satu-satunya alasan untuk memajang foto keyen di Instagram kita sih. Pasti ada lagi!
Tapi jika alasan tadi benar, perilaku ini bisa saja dianggap mengancam kewarasan seseorang, termasuk kita lho.
Karena semakin kesini untuk mengkoleksi jempol, kita terus saja berkompetisi dengan berbagai cara, ya lewat foto tadi untuk memvalidasi diri kita.
Sadar atau tidak, –kita harus juga sadar sih-, jika obsesi kita untuk banyak di-like banyak orang seperti para selebgram itu, bisa dikatakan kegiatan yang tidak sehat.
Banyak penelitian jika ketergantungan media sosial sebenarnya memang buruk bagi kesehatan mental kita.
Jika harus jujur, media sosial di kalangan anak muda Milenial itu sudah menganggap dengan istilah ‘separuh aku’ dengan media sosial, dan seakan sudah menyatu dalam harian mereka.
Dan hingga saat ini belum ada obat untuk mengatasi geliat candu media sosial pada anak muda.
Bulan kesadaran mental yang jatuh pada Mei 2019, ini manajemen Instagram mengumumkan percobaan terbaru dalam versi aplikasi teranyar-nya di wilayah Kanada.
Dimana, Medsos Instagram yang menggunakan banyak tampilan Foto tidak akan menampakkan berapa kali fotomu panen like. Dan juga mengamati efek perubahan pada perilaku para pengguna.
Fitur like tidak akan nampak lagi pada lini massa maupun profil pribadi. Tapi kita masih bisa berbagi jempol like, tapi hanya bisa melihat metrik data akun pribadi dengan melihat postinganmu di profil saja.
Nah, perubahan fitur berharap dapat menciptakan lingkungan tanpa tekanan. Dimana nih, kita bisa nyaman mengekpresikan diri kita, dan tidak melulu fokus pada jumlah jempol yang kita dapatkan dari teman.
Namun lebih fokus kepada konten apa yang kita pajang di Medsos Instagram itu.
Adam Moseri sendiri yang bertindak sebagai kepala pengembangan produk Instagram, mengaku jika beberapa fitr yang dibuatnya sudah menciptakan stress dan kecemasan bagi usernya.
“Respons pengguna terhadap fitur story juga menginspirasi uji coba ini,” Kata Mosseri.
Instagram kini juga mempertimbangkan menghilangkan metrik instastory, sehingga kita tidak perlu tahu siapa saja yang melihat story-mu.
Eksperimen ini masih berada pada tahap awal. Jadi kita tunggu saja, apakah IG akan memberlakukan permanen kebijakan tersebut di semua wilayah.
Photo Cover Pexels
Sumber bacaan i-d.vice
Baca Juga Artikel Terbaru Wadai
- Meneladani Azazi, dari Seni, Orbitkan Prestasi Kaum Marjinal Samarinda
- Kursus General English Dewasa Lister, Speak Up Bahasa Asing Makin Mudah!
- Bagaimana Paper Upcycling, Sempurnakan Sustainable Living RGE di Kehidupan Kita?
- Telkom University, Urgensi Mengeksplorasi Pemanfaatan Data Science, Demi UMKM Bangsa
- 4 Tanda Instagram Diblokir Teman, Dibalas Blokir juga gak ya?