Jadi apakah aku untung atau rugi sih memiliki dua asuransi?


Jujur, terbesit beberapa pertanyaan, yang tersulut di hatiku selama masa perobatan di Jawa, ya terkait klaim-klaim asuransi, yang –mungkin— jujur aku kurang mengerti sebelumnya. Dan akhirnya –memang– berhasil menyulut pengalaman baru ber-asuransi, lewat poin-poin di bawah ini.

  1. Mengapa asuransi swasta yang kuandalkan, tidak berfungsi maksimal? Artinya, apa yang ditawarkan dalam Polis asuransinya, tidak mampu terpenuhi oleh fasilitas kesehatan yang harusnya tersedia jua di daerah. Buktinya aku harus capai-capai ke pulau Jawa? Padahal nasabah berdomisli di Jawa dan di daerah, prinsipnya sama-sama membayar dengan sejumlah harga premi yang sama per-bulannya, bukan?
  2. Aku harus mencari dokter yang kompeten di Jawa, dan menuntut biaya ekstra –akomodasi—berobatnya. Dan pastinya biaya itu di luar plafon biaya tanggungan asuransi. Sedangkan nasabah yang berada di pulau Jawa, –bahkan- tidak perlu repot mengeluarkan ongkos akomodasinya, kala miliki case yang sama denganku.
  3. Doble klaim yang hanya pernah kudengar-dengar itu, ternyata ditemukan dalam wujud klausul Coordination of Benefit (CoB) dalam polis. Artinya, asuransi swastaku –asuransi kedua— akan hanya membayarkan selisih biaya pengobatannya saja, biaya di luar plafon yang sudah dibayarkan asuransi pertama –BPJS—
  4. Jika membandingkan harga premi asuransi swasta –Rp500 ribu—dengan harga premi BPJS –Rp150 ribu— perbulannya tentu memberikan emosi ganda? Dimana asuransi swasta dengan harga mahal, belum mampu menjadi hero untuk diandalkan? Buktinya, masih adanya keterbatasan kerjasama dengan Rumah sakit yang melayani klaim cashless menggunakan asuransi swasta, dan dominan melayani klaim Rembes?
  5. Akhirnya, aku harus menombok biaya rumah sakit lebih-dulu, untuk klaim Rembes selanjutnya, dengan persyaratan harus memenuhi dokumen yang diperlukan.
  6. Nah, alasan-alasan di atas seketika menjadi illogical saja di pikiranku, untuk terus memiliki dua asuransi. Akhirnya waktu 8 tahun menjadi nasabah asuransi swasta x terhenti, tersulut pengalaman pertama klaim tadi.
  7. Aku memutuskan berhenti saja, untuk menggenggam asuransi swasta, dan –hanya- mau mengandalkan BPJS kelas 1 saja hingga kini. Meski resikonya, aku tidak mendapatkan benefit apapun selama perjalanan ber-asuransi selama 8 tahun bersama asuransi swasta itu. Rugi apa untung sih menurutmu?

CoB asuransi kesehatan, relevankah untuk kita saat ini?

Definisi asuransi kesehatan yang kita pahami –secara umum– adalah produk asuransi yang menanggung biaya pengobatan, hingga perawatan medis lainnya, kala kita merasakan jatuh sakit.

Dan coverage pelayanan atas manfaat asuransi tadi umumnya meliputi, pelayanan rawat inap, rawat jalan dan pembedahan, dengan plafon biaya pertanggungan yang jua terbatas.

Definisi asuransi itu?


Nah, mari kita cermati saja definisi asuransi kesehatan baku yang tertuang dalam Undang-undang No 40 Tahun 2014 tentang Per-asuransian

Definisinya yakni, Asuransi merupakan perjanjian antara dua pihak, antara Perusahaan asuransi dan pemegang Polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan, dengan maksud untuk:

  • Memberikan penggantian kepada pemegang polis akibat kerugian kesehatan yang tidak terduga.
  • Memberikan pembayaran berdasarkan nilai yang telah ditetapkan pada hasil pengelolaan dana

Nah, dari pengertian definisi asuransi kesehatan atas UU No 40 tahun 2014 diatas. Kita sebenarnya sudah dituntut untuk jeli membuka dan memahami Polis, yang menjadi kesepakatan kedua belah pihak, kala resmi menjadi nasabah asuransi.

Karena disana –Polis– akan tersemat apa-apa yang menjadi hak dan kewajiban kita, terkait fasilitas kesehatannya yang kita akan dapatkan. Ya katakanlah semua  itu berwujud syarat dan ketentuan berlaku (SKB) guna menuai manfaat asuransi.

Catatan pentingnya adalah, dengan pemahaman rigid tentang definisi asuransi kesehatan itu, tentu akan mudah mengenyahkan asumsi umum, yang tergambar pada definisi asuransi yang pertama di atas.

Dan akhirnya berpotensi membuat kita terbius, jika asuransi akan memberikan segalanya –bahkan– dengan cara ‘rekayasa’ dan terlebih lagi lahir ‘harapan’ memperkaya diri lewat klaim asuransi tadi, kala jatuh sakit. Dan sialnya, itupulah yang –mungkin– menimpa padaku saat itu, iya aku yang jua salah mengerti, tentang asuransi.

Dimana, Paska pembedahan, aku-pun sudah mengambli keputusan berhenti saja dari asuransi swasta karena terkecoh definisi doble klaim yang teryata hanya CoB.

Lanjut baca, klik halaman selanjutnya ya!

Halaman:
123456
Editor: Alfian Arbi
Penulis: Alfian Arbi

Tag