Namun hingga kini, aku masih terus menggali dan  mendalami klausul CoB, yang –biasanya- tertuang dalam polis asuransi kesehatan. Dimana menurutku kehadiran klausul itu –tetap—saja tidak-lah fair? Entah bagaimana menurutmu?

Coba pikir! Kewajiban pembayaran premi bulanan kedua asuransi milikku selama itu, selalu terpenuhi. Namun ketika jatuh sakit, keduanya malah –hanya- berkordinasi dalam hal pembayaran seluruh klaimnya?

Lantas, bagaimana jika asuransi pertama –BPJS— yang notabene memiliki jaringan Fasilitas kesehatan terluas di pelosok daerah, mampu menalangi semua jaminan kesehatan pada case tertentu?

Wah, asuransi swasta pastilah akan merasa ‘bahagia’, terbebas dari kewajibannya atas kesakitan yang kita derita, yang dikuatkan dengan klausul CoB, dan kebetulan lalai kita pahami kan?

Yuk Menelaah definisi CoB

Nah, dalam pengalaman case klaim yang aku alami, Cordination of Benafit (CoB) –memang- sudah bekerja dengan baik, ketika BPJS kesehatan tidak mencakup keseluruhan biaya perawatan, maka aku bisalah mengajukan kekurangannya pada asuransi kesehatan kedua, lewat jalan Rembes.

Lantas, ketika mencerna lagi hal itu, aku sadar, harusnya dahulu aku tidak perlu mencari polis dengan limit yang terlalu timggi, agar preminya tidak terlalu mahal, dengan harapan klaimnya bisa dibagi dengan BPJS Kesehatan. Tapi sayang ide itu muncul belakangan ini, setelah menggali pemahaman berasuransi lebih, dan lebih!

Lagi-lagi, satu hal penting yang jua kupetik adalah ketidak-mengertian memang akan menjadi hal yang menyesatkan dalam mengambil keputusan itu? Tapi mau bagaimana, keputusan berhenti dari asuransi sudah kubuat.

Dan menurutku, kontroversi tentang klausul CoB memang akan tetap berbenturan pada subtansi hak dan kewajiban para nasabah asuransinya kan?

Dan mewajarkan jika hal ini memberi kesan jika pihak-pihak asuransi swasta tidak mau rugi atas biaya yang harusnya dikeluarkan mengena klaim biaya pengobatan nasabahnya? Ah memang sih ini hanya asumsi semata, bukan definisi yang tertuang dalam polis sebenarnya?

Nah, pertanyaan selanjutnya adalah mengapa klausul CoB itu mesti hadir di Polis asuransi kesehatan hingga kini? Hal apa yang mendasarinya ya? Mari lanjutkan saja membacanya ya!

Fraud; sebuah ancaman layanan asuransi?

Dalam pemberitaan banyak media, kekecewaan nasabah asuransi kerap saja hadir, dalam upaya-upaya mereka menuai jalan buntu atas manfaat asuransi secara maksimal kan?

Padahal tentu saja, seperti case yang aku alami dahulu, pastilah terdapat  jua alasan kuat mengapa pihak asuransi, untuk tidak mau memenuhi –asumsi– hak yang diharapkan para nasabah asuransi tadi.

Akhirnya, masiifnya kekecewaan dan ketidak-percayaan para nasabah, berpotensi mempengaruhi mind-set  calon nasabah lainnya untuk ber-asuransi. Ya lewat narasi kekecewaan yang dihamburkan di media sosial.

Belum lagi, ketidak-percayaan para nasabah yang disulut kekurang-mengertian berasuransi juga berhasil membuat keputusan untuk menutup polis mereka serentak.

Iya salah satunya apa yang sudah kulakukan, dahulu, menutup polis dengan rasa kecewa saja, tanpa memahami isi manfaat asuransi sebenarnya.

Hal itu tentunya akan membuat perusahaan asuransi colaps, yang selanjutnya dapat menggangu layanan klaim nasabah lainnya, dan akhirnya berdampak negatif bagi perekonomian secara luas.

Jika melihat Peraturan Pemerintah No 73 Tahun 1992, sudah menjadikan alasan kuat tentang hal itu, jika kehadiran perusahaan asuransi sudah diandalkan akan memberikan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi negara.

Nah, Lewat sistem bisnis asuransi yang sudah dibangun oleh Pemerintah bersama perusahaan asuransi, semestinya sudah mampu memberikan jaminan terhadap keberlangsungan usaha asuransi sepanjang waktu, dengan fair?

Hal itulah yang menjadi pelajaran penting, jika kehadiran SKB pastilah penting dan tertuang dalam setiap Polis asuransi kesehatan.

Lanjut baca, klik halaman selanjutnya ya!

Halaman:
1 2 3 4 5 6
Editor: Alfian Arbi
Penulis: Alfian Arbi

Tag