Nah, terdapat beberapa hal yang harus calon nasabah asuransi perhatikan, ketika mendapati penolakan klaim-klaim manfaat asuransi yang kita miliki oleh persuahaan asuransi itu.

Alasan klaim asuransi kesehatan ditolak


  1. Klaim diluar fasilitas atau pengecualian: Beberapa case klaim yang menjadi pengecualian itu misalnya cidera secara sengaja dengan melukai diri sendiri.
  2. Polis sudah tidak aktif: Polis lapse ini terjadi tentu karena kewajiban nasabah terabaikan, yakni keterlambatan pembayaran premi atau malah menunggaknya, mengabaikannya.
  3. Lambat mengajukan klaimnya: Pada case Rembes, terdapat rentang waktu yang harus diperhatikan juga. Artinya, jika melewati rentang waktu itu, untuk melakukan klaim, pastilah bernilai kadaluarsa.
  4. Dokumen klain tidak lengkap: Nasabah harus melengkapi persyaratan yang sudah ditentukan, dan bernilai absah sebelum diverifikasi selanjutnya.
  5. Tertanggung dalam masa tunggu Polis: Saat mendaftar asuransi, nasabah harus menunggu selama beberapa waktu, untuk benar-benar aktif polisnya, biasanya sih jangka sebulan. Dalam jangka waktu itu, nasabah tidak bisa mengajukan klaim apapun.
  6. Dokumen rekayasa: Pihak asuransi pastilah akan detail memverifikasi dokumen klaim yang diajukan. Artinya segala bentuk kecurangan,  atas dokumen yang disampaikan nasabah mengajukan, pastilah akan ditolak pihak asuransi.
  7. Kondisi Pre-Existing: Kondisi ketika nasabah sudah/sedang mengidap penyakit tertentu pada saat mendaftarkan asuransi. Sehingga membatalkan klaim pengobatan penyakit bawaan tadi ketika diajukan sebagai klaim.
  8. Berada di luar wilayah pertanggungan asuransi: asuransi memiliki wilayah pertanggungan. Jika wilayahnya mencakup pelosok Indonesia, tentu mudah melakukan klaim biaya pengobatan. Sebaliknya jika terjadi di luar wilayah pertanggungan, pastilah klaimnya akan ditolak.
  9. Over limit klaim: asuransi kesehatan memiliki sistem limit pembiayaan. Sehingga bila kita mengajukan klaim sudah melewati plafon pembiayaannya, pastilah ditolak.

Nah, ke-sembilan hal penting tadi, ternyata sudah memudahkan diriku, dan –bahkan– kita semua untuk meraba jawaban, mengapa ketentuan CoB itu juga hadir sebagai bagian SKB dalam Polis tadi kan?

Artinya, klausul CoB diharapkan akan mampu mengurangi celah kehadiran potensi fraud, yang berpotensi memberikan dampak buruk dalam hal operasional pembiayaan asuransi. Dan selanjutnya pasti akan mampu jua meruntuhkan pondasi perekonomian negara.

Terlebih lagi hal penting yang telah kupahami lainnya adalah jika filosofi berasuransi itu adalah tidak menjadikannya cara-cara mencari untung –berupa materi- dalam kesakitan kita. Tentunya, cara itu, –salah-satunya– bisa lewat sebuah harapan untuk terpenuhinya doble klaim biaya perobatan, agar kita mendapatkan materi lebih.

Akhirnya, Filosofi itu mampu membuat diriku bersepakat tentang manfaat CoB yang memang harus benar-benar kita mengerti, dan juga mampu memanfaatkannya dengan baik.

Mampukah kita memaksimalkan fasilitas CoB di masa depan ya?

Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 1999, menjelaskan hukum asuransi akan berpotensi menyesuaikan peraturan dan ketetapannya. Artinya Pemerintah akan menyesuaikan regulasinya disesuaikan dengan perubahan zaman.

Artinya lagi, klausul CoB yang kita anggap menjadi ganjalan niat berasuransi yang selalu terbentur oleh pikiran untung-rugi itu, berpotensi pula diubah? Atau malah sebaliknya mampu diimprovisasi menjadi solusi di masa depan?

Coba kita lihat saja, dalam banyak pemberitaan media. Dimana sudah menjadi rahasia umum jika asuransi umum –BPJS- yang kebanyakan kita genggam itu, juga mengalami masalah-masaah –internal– finansial operasional pelayanannya, bukan? Dan potensi terjadinya fraud atas transaksi pembiayaan BPJS juga cukup terbuka, dan bisa cari tahu dengan mudah.

Sehingga sampai saat ini, pihak asuransi BPJS terus saja sudah dan sedang menyempurnakan sistem pelayanannya dalam memberikan pelayanan terbaik, secara proposional kepada nasabahnya, sesuai besaran premi yang BPJS terima.

Salah satu hal yang mengemuka adalah, hadirnya opsi penghilangan kelas-kelas dalam fasilitas BPJS, dan menjadikannya hanya kelas rawat inap (KRI) standar saja bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non PBI. Dan penerapannya akan mulai diterapkan di 2022?

Lanjut baca, klik halaman selanjutnya ya!

Halaman:
123456
Editor: Alfian Arbi
Penulis: Alfian Arbi

Tag