Dunia Kerja, Seni Menjodohkan Kesempatan dan Kompetensi Bekerja Kita

Aku sempat terbata kala mengenalkan diriku di hadapan rekan kerjaku, kali pertama bekerja 2006 lalu. Aliran kata dari mulutku tersumbat oleh ketidakpercayaan diri, kala mengetahui rekan kerjaku merupakan jebolan kampus ternama di Pulau Jawa. Dan lagi, mereka  didominasi oleh kompetensi bekerja yang ‘nyambung’ dengan latar-belakang pendidikan Jurnalistik.

Lantas aku? Aku hanya seorang yang beruntung atas titel Sarjana Perikanan dari Kampus daerah yang ikut jua merasakan dunia kerja Jurnalistik.

Rasa Kikuk wajar meraja? Namun perlahan, aku berhasil menyelami jawaban mengapa aku seberuntung itu? Iya, ternyata aku hanya berhasil menjodohkan kesempatan emas, dengan kompetensi bekerja yang kudapatkan autodidak, yang kebetulan dibutuhkan perusahaan Media itu.

Bagiku, membuka gerbang dunia kerja, setelah tamat kuliah, tentu menjadi sebuah pilihan kedua yang harus dipilih para lulusan untuk berlomba mencari dimana kesempatan bekerja itu berada. Dan selanjutnya kita hanya menjodohkannya dengan kompetensi bekerja yang semestinya didapat dari kampus kita?

Namun aku yakin jawabannya pasti akan relatif berbeda antara satu dengan lainnya? Ya, pertanyaan bagaimana mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja, dengan kompetisi global yang terus dinamis.

Memulai perjodohan kompetensi kita!

“Karena kita ingat pilihan prodi, jurusan dan fakultas tidak selalu berdasarkan pada talenta. Ketidakcocokan itu kadang-kadang terasa saat kuliah. Karena yang kita tahu orang bisa berkarier yang jauh dari ilmu dan ijazahnya. Yang sering saya berikan untuk contoh pak Budi Gunadi Sadikin [Menkes].”

—Presiden Joko Widodo

Kita semua layak tertegun,  menyimak pidato Presiden Jokowi dalam acara Majelis Perguruan Tinggi Negeri, di Surakarta, Senin (13/9/2021) lalu. Hal itu menguatkan kembali proses perjodohan yang kita singgung di atas menjadikan sebuah pekerjaan rumah para alumni Kampus.

Konteks pidato itu rasanya juga ingin memberikan ruang ekstra peserta didik/Mahasiswa untuk lebih adaptif, atas ketidakpastian dunia kerja Global saat ini bukan?

Dan rasanya, analogi adaptif itu ingin mengajarkan kepada semua  peserta didik/Mahasiswa dan alumninya agar ‘tidak boleh’ hanya paham satu ilimu saja. Misalkan ilmu Matematika saja, namun juga harus mengerti Statistik, komputer, dan juga akar ragam bahasa. Ini rasanya menjadi beban serius mahasiswa, untuk menjadi terampil juga di luar latarbelakang pendidikannya? Namun, wajarkah hal itu?

Hasil survei angkatan kerja Nasional 2015 di atas, oleh Lembaga Demografis Unversitas Indonesia, menyebut jika hadirnya ketidaksesuaian/missmatch pendidikan angkatan kerja dengan kebutuhan industrinya itu nyata! Horizontal-match yakni ketidaksesuaian kualifikasi pekerjaan dengan latar belakang pendidikan mencapai angak 60.52%.

Dan terbaru masih dalam konteks dunia kerja, Badan Pusat Statistik (BPS) di Agustus 2022 menyebut jika pengangguran di Indonesia menembus angka 8.42 juta orang, angka itu bertambah sekitar  200-an ribu orang dari enam bulan lalu. Dan hal menariknya, lulusan SMK mendominasi angka itu, padahal notabenenya mereka sudah dibekali keahlian vokasi khusus dunia kerja.

Fakta itu, memberikan catatan krusial jika kampus harusnya sudah memiliki kurikulum adaptif yang berdasar pada dinamisnya kebutuhan industri saat ini. Selain hanya terus memasifkan pelatihan vokasi, pemagangan serta sertifikasi kompetensi bagi peserta didik di institusi pendidikannya.

Nah, keseimbangan antara kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan industri –saja—tentu akan melebarkan kesempatan bekerja, serta akan fokus pada akses kompetensi bekerja yang diberikan pada setiap anak didiknya. Dan hal itu akhirnya, mampu memudahkan mereka  mempersiapkan  tantangan global dunia kerja, yang kian kompleks.

Terutama, bagaimana tantangan itu terbukti memampukan para lulusan untuk mudah berproses adaptif tadi, seperti apa yang sudah diterapkan oleh institusi pendidikan berbasiskan sistem pendidikan internasional. Bagaimana bisa?

1. Yuk Adaptif, memulai memperkaya kompetensi kita!

Mahasisiwa memang tiada yang sempurna? Namun bagiku terus belajar atas hal yang baru tentu tidaklah salah, bukan?

Oleh sebab itu memanjakan talenta kita, akan menjadikan kunci masa depan, memperkaya diri lewat kompetensi lainnya. Dan aku memulainya dengan formula 4E!

  • Easy, kita harus mudah menjadi inklusif menerima hal baru. Berorganisasi, belajar ragam bahasa, dan bersosialiasi dengan siapa saja.
  • Enjoy, jika inklusifitas itu hadir, kita akan merasa mudah menikmati semua aktivitas tadi dengan suka-cita.
  • Excellent, dengan keasikan menjalaninya, pada akhirnya mudah memberikan output/hasil yang mampu dihargai/dibutuhkan orang lain. Sampai di sini, kita akan menemukan sebuah fakta, jika ragam kompetensi yang kita temukan dalam diri kita itu akhirnya match dengan dunia kerja. Meski faktanya, bisa saja  berlawanan dengan latar belakang pendidikan kita.
  • Earn, Semua penghargaan tadi, mudah untuk dikapitalisasikan dalam bentuk materi, dan menjadi sebuah hasil nyata pembuktian atas kompetensi yang kita milki, dan siap dijajakan ke dunia kerja, dengan kebutuhannya yang selalu dinamis.

Nah, analogi proses tadi, dapat kita mulai dengan menggiatkannya –minimal- aktif memahami ragam bahasa, meski kita fokus mendalami program studi lainnya, teknik misalnya.

Dan dengan bekal kefasihan bahasa asing, ternyata bisa lebih menjanjikan untuk menjadi translator Pro, yang tentu akan mendekatkan dan mendukung pada kebutuhan dunia kerja jua.

2. Yuk Adaptif menebar Linkage, mendulang kesempatan bekerja

Sifat adaftif, memang akan menuntut kita untuk lebih terbuka menerima perkembangan kompetensi bekerja?Oleh sebab itu, ketika Kampus memilik banyak linkage, dengan industri kerja/mitra, semestinya hal itu memampukan peserta didiknya, memperlebar kesempatan bekerja di sana.

Kompetensi bekerja menjadi prioritas Pendidikan Internasional I Sampoerna University Doc
Kompetensi bekerja menjadi prioritas Pendidikan Internasional I Sampoerna University Doc

Hal itu, menjadi logis dilakukan, dimana  sistem pendidikan internasional selalu memiliki  mitra kampus yang berada di luar negeri dan akan mampu kompetible, menerima transfer peserta didiknya, yang ingin terus mengasah kompetensi bekerjanya hingga tuntas.

Selain itu, terdapat pula pelatihan pengembangan pribadi, hubungan kerja, pengembangan karakter kepemimpinan, pekerjaan dan karir, hingga mampu berbicara di depan umum.

Dan itu memungkinkan perjodohan dunia kerjanya semakin lebar, kala memetik gelar sarjana di luar negeri. Adaptasi kepada Linkage kampus, menjadi sebuah kunci jua, bukan?

Tak ada lagi salah jurusan peserta didik meraih dunia kerjanya!

Menjaja kurikulum Internasional bagi kampus di Indonesia adalah sebuah keniscyaan untuk diwujudkan?

Dimana kurikulum Internasional menjadikan sebuah pedoman di institusi pendidikan untuk menyerahkan kebebasan peserta didiknya memilih mata pelajaran sesuai dengan talenta, minatnya sendiri. Dan terpenting disana hadir soft-skill standar yakni minimal kemampuan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pembelajarannya.

Ilustratrasi Sampoerna University yang siap memproduksi kompetensi bekerja Mahasiswanya I Sampoerna University doc
Ilustratrasi Sampoerna University yang siap memproduksi kompetensi bekerja Mahasiswanya I Sampoerna University doc

Sampoerna University, kampus yang sudah menjalankan kurikulum internasional, terbukti memudahkan peserta didiknya, memaksimalkan linkage kampusnya dengan universitas internasional.

Salah satunya bersama Broward Collage, yang merancang Sumber daya Akademik digital selama dua tahun di awal masa perkuliahanya, guna menjawab kebutuhan dunia kerja mendasar saat ini.

Kurikulum internasional itu, juga memungkinkan Mahasiswa Sampoerna University merengkuh gelar ganda, dari Sampoerna University dan juga Universitas mitra dari USA hingga Kanada.

Dimana lulusan  akan terus  mampu mengejar prioritas kompetensi bekerja atas jurusan pilihan yang mereka pilih dengan tuntas.

Dan semua itu akhirnya menjadikan keniscayaan untuk menjodohkan kompetensi bekerja atas program-studi unggulan di empat fakultas Sampoerna University, dengan dunia kerja global, dimanapun mereka tinggal.

Tiga Artikel Wadai paling Populer, Yuk Klik-in!

12 comments

  1. harusnya kerja sesuai jurusan y kang? tp ya siapa yg salah? pinter pinter kita aja lagi cari celah

  2. ga salah mmg kalau g ssuai jurusan.. tp bagusx sih mmg ssuai jurusan.. kalau pilih pilih malah g kerja bang..

  3. kesempatan klo tdk pnya skill ssh jg kerja… yg ada, maksa utk kerja cr org dalemm… iyes yg pnting halal ja lahh utk sekarg..

  4. kok sama.. aq juga g sesuai jurusan… malujuga, si.. tp bgaimna.. yg pnting kerja kak..

error: Content is protected !!