Kurikulum Internasional
Mahasiswa Baru yang menginjakkan kakinya di bangku Kampus, di awal Pandemi lalu pasti mudah merasakan betapa beratnya perjuangan melewati pembelajaran di ranah maya itu?
Dan paska Pandemi 2022, mereka-pun harus langsung bersiap-siap menyusun skripsi. Hal itu bisa saja menjadi sulit, karena mungkin mereka belum terbiasa melakukannya. Lantas dari mana mereka akan mendapatkan kompetensi bekerja global itu, ya?
Namun tanpa disadari, perpindahan mode pembelajaran Off-line ke On-line juga menyisakan sebuah perkenalan kita kepada sistem pendidikan internasional?
Bayangkan, kini peserta didik dari semua level, berhasil mengandalkan pencarian informasi apa saja dari internet, meski cenderung meninggalkan pencarian data di buku-buku cetak di perpusatakaan.
Dampaknya lantas tergambar dalam sebuah penelitian, yang dipetik dari laman BSSN dimana sebanyak 30% anak di bawah usia enam bulan sudah terpapar gawai, yang berdurasi 60 menit per hari. Lantas, di usia dua tahun, sembilan dari sepuluh anak juga mendapati paparan gawai dengan durasi yang lebih lama lagi.
Lantas Bagaimana dengan level Mahasiswa? Pasti dampaknya akan lebih kompleks lagi, bukan?
Artinya, kebutuhan Gawai oleh peserta didik dari ragam level kini sudah tak terbantahkan. Mereka akan mudah menggenggam Gawai atas tuntutan proses belajar, bermain dan juga bersosialisasi dengan teman sebayanya.
Namun terlepas dari pro dan kontranya. Sistem pendidikan kita ternyata berhasil meletakkan nilai inklusivitas pada sistem pendidikannya? Buktinya, Kemendikbud-pun, mengadopsi dua pendekatan digitalisasi itu, utamanya penerapan teknologi Artificial Intelligence (AI) di lingkungan pendidikan. Apa saja itu?
- Pengalihan tugas pendidik ke sistem AI, atau menggunakan AI sebagai mentor virtual bagi peserta didik
- AI dapat menjadikan alternatif membantu pembelajaran yang efektif dan efisien, contohnya penerapan fitur voice assistance, untuk menggali informasi pembelajaran dengan mudahnya.
Nah, tanpa kita sadari ternyata digitalisasi menjadi secuil jejak yang sebenarnya sudah dikembangkan oleh sistem pendidikan internasional di berbagai negara maju.
Dan tanpa disadari pula jejak itu mengenalkan makna Inklusivitas pendidikan? Ya, inklusivitas yang memampukan kita menerima kemajuan ilmu pengetahuan global yang bernilai positif.
Kurikulum Internasional tak sebatas pembelajaran Digitalisasi saja!
Bayangan awam kita boleh saja menganggap pembelajaran daring identik dengan sistem pendidikan internasional, atas kurikulum internasionalnya itu?
Dimana Pandemi juga berhasil melecutkan sistem pendidikan Indonesiaa lewat kurikulum Merdeka, yang perlahan ingin melepaskan kurikulum 2013-nya di masa mendatang.
Istilah Kurikulum sendiri adalah seperangkat rencana dan pengaturan, tujuan, sisi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan, sebagai pedoman peyelenggaraan kegiatan pembelajaran mencapai tujuan pendidikan.
Lantas, menarik lagi pada pendekatan penerapan teknologi AI di atas, telah memberikan gambaran mudah, jika kurikulum internasional sebenarnya sudah lama menjadikan medium digital sebagai fundamental pembelajarannya.
Namun, perbedaannya, adalah dengan bekal kelebihan pemahaman bahasa asing, akan mudah menjawab keefektifan berdigitalisasi tadi.
Dimana mereka yang terbiasa dengan kurikulum internasional, mudah memperkaya bahan pelajaran berbahasa asing yang ditemukan di ranah maya. Sehingga dampak Berdigitalisasi dapat ditekan sesuai porsinya.
Oleh sebab itu, digitalisasi dan pengenalan bahasa asing, akan menjadi standart dalam kurikulum internasional itu. Selain kurikulum Internasional akan menekankan empat pilar tujuan pendidikannya, yakni:
- Perspektif internasional,
- Pengaplikasiaan bahasa inggris,
- Penerapan metode pendidkan modern,
- Serta menambah peluang besar melanjutkan studi di universitas terbaik dunia.
Sampoerna University, dorong pengenalan Kurikulum Internasional di Indonesia
Tahukah Sampoerna University, sebuah kampus yang sudah lama mengadopsi Cambridge Curriculum International, dan berhasil meletakkan kompetensi global atas program studi yang tersebar di empat Fakultasnya?
Nah, kurikulum Internasional merupakan pedoman, dimana peserta didik dibebaskan memilih pelajaran yang sesuai dengan minatnya, dan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa penghantar perkuliahan.
Lebih jauh lagi, kurikulum Internasional akan menekankan peserta didik untuk berpiikir kritis dan analitis, agar berhasil menjadi problem-solver, dengan soft-skill publik-speaking yang baik.
Dan muaranya, Kurikulum Internasional ini, akan dapat memberikan harapan orang-tua peserta didik yang ingin anaknya melanjutkan pendidikan di luar negeri, dengan standar internasional.
Dan hal itu memungkinkan peserta didiknya mengenakan gelar ganda, dari Universitas Sampoerna dan University of Arizona, atau Universitas manapun di USA dan Kanada, guna mengejar kompetensi bekerja, atas pilihan jurusan kuliah mereka.
Bagaimana Kurikulum Internasional tanamkan Inklusivitas pasa sistem pendidikan Indonesia!
Siapa yang tak ingin lanjutkan pendidikan ke luar negeri sih?
Kesempatan yang menjadi daya-tarik kurikulum Internasional melecutkan sikap inklusif peserta didiknya atas ilmu baru – apa saja—yang dia akan lihat, dengar dan rasakan di negara yang dia tinggali, untuk kuliah di luar negeri.
Pertama, hal itu tentu selaras dengan nilai penting lainnya yang ingin ditanamkan jua dalam kurikulum Internasional.
Dimana peserta didik nanti, harus dapat menjunjung tinggi sistem nilai budaya untuk ikut merayakan keharmonisan, ketertiban dan rasa hormat sosial. Selain berorientasi pada kompetensi bekerja secaraa global.
Dan hal ini, menjadikan hal penting bagi alumni Sampoerna University sendiri untuk menebar makna inklusivitas yang lebih luas lagi, dan meyakinkan hal itu efektif meredam dasar perbedaan yang sangat fundamental di negara Indonesia, bukan?
Sehingga siapa saja yang tengah menjalani pendidikan di luar negeri dan mengenyam kurikulum Internasional, seharusnya tidak lantas mudah melupakan kebudayaan asli Indonesia.
Dan seharusnya juga mampu berakulturasi, dan memahami kebudayaan baru negara tempatnya belajar, untuk menyaring hal positif, terutama kemajuan ilmu pengetahuan, dan kebudayaan yang bermanfaat, untuk kepentingan kompetensinya.
Dan, sadarkah, jika harapan itu ternyata selaras dengan lahirnya Kurikulum Merdeka, yang jua ingin menitik-beratkan pada prinsip-prinsip moral Pancasila dan nilai budaya, yang harus digenggam peserta didik, dalam menentukan pilihan belajarnya.
Kedua, Digitalisasi dan kemajuan pengetahuan global pastilah berjalan dinamis bukan? Digitalisasi terkini yang ternyata berhasil ditularkan oleh kurikulum Internasional kepada sistem pendidikan Indonesia juga akan menjadikan sebuah keniscayaan untuk berubah kembali, kapan saja?
Nah, dengan nilai inklusivitas itu, kini bisa kita katakan, bahwa fenomena yang terjadi dalam sistem pendidikan Indonesia paska Pandemi kini, adalah sebuah tanda, jika ternyata pendidikan tidak dapat seratus persen mengandalkan teknologi?
Namun bukan berarti juga pendidikan Indonesia juga menjadi anti terhadap percepatan zaman yang tak terelakkan kini, bukan?
Gambaran itu makin memudahkan kita untuk mengenal makna inklusivitas pendidikan lebih dalam lagi. Oleh sebab itu, efek sikap Inkulusif akan membuat peserta didik mampu berfikir terbuka, dan mampu menerima hal positif, serta berhasil menimang atas baik dan buruknya informasi/ilmu yang diterimanya, untuk sebaiknya dilakukan atau tidak?
Termasuk juga, kini sikap Inklusivitas itu harus menemukan cara yang efektif berdigitalisasi, sebagai sebuah langkah kebebasan menentukan pilihan belajar, agar tidak berdampak pada hal buruk.
Nah, harapan-harapan itu rasanya bak penanda penyelaras, jika peran Kurikulum Internasional akan mudah ikut menyempurnakan sistem pendidikan di Indonesia menuju kurikulum merdeka, yang lebih sempurna. Dan bersama-sama mendatangkan nilai Inklusivitas pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi.
Sumber data:
- Waspada Dampak Buruk Gadget pada Anak | bssn.go.id
- Peranan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) dalam Pendidikan – Direktorat Pendidikan Profesi Guru (PPG) (kemdikbud.go.id)
Kredit Photo : Sampoerna University | Homepage – Sampoerna University