Siapa sih tidak mau menjadi orang baik? Tapi ya gitu deh, perlu perjuangan ekstra untuk memulainya
Wajar sih, jika ada orang –siapa saja— yang tiba-tiba ngajak kita makan gratisan, kita lantas mengalungkan predikat orang baik kepadanya.
Padahal ya kita sendiri lho, belum tahu apakah kita ini jenis orang baik di mata orang lain?
Kita lalu sembarangan menilai jika orang baik itu sya ebenarnya adalah orang tajir yang sudah berkecukupan.
Lalu, dengan egois-nya kita juga lantas berfikir, jika orang yang baik itu sudah tidak lagi mencari sisi dunia, mereka hanya mencari hal yang berkaitan mengenai hal akhirat saja.
Padahal orang tua kita dahulu pernah berujar, jika menjadi orang baik itu mudah, hanya modal dengkul saja bisa.
Ya yang pasti adanya kemauan untuk mau berbagi dan berbuat baik menyenangkan orang lain dengan banyak cara.
Meski salah satunya tidak melulu meneraktir makan saja.Aih, pokoknya menjadi orang baik memang selalu banyak pengorbanan.
Nah, mengungkap anggapan menjadi orang baik selalu saja bermodalkan materi, akan menjadi menarik nih, jika disandingkan dengan temuan studi Sandra Matz.
Matz, seorang peneliti dari Columbia Bussines School telah mengungkap hubungan orang baik dengan sisi pengelolaan keuangannya. Hasil penelitiannya itu lalu dipublis dalam jurnal of personality and Social Physcology.
Pada intinya, hasil penelitian mas Matz tadi mengungkap jika menjadi orang baik itu cenderung akan mengabaikan sisi pengelolaan keuangan mereka, alias susah menabung?
Nah, penasaran apa sih yang akan disimpulkan dari hasil riset tadi, mau tahu?
1. Orang Baik Tidak Mau Ribut Memikirkan Pendapatannya?
Ini jadi menarik-kan? Hasil itu didasarkan atas adanya kaitan antara tingginya tingkat keramahan dengan pendapatan dan skor kredit yang rendah.
Skor rendah tadi didapatkan, karena orang baik memang suka menolong orang lain, ketimbang membelanjakan uangnya untuk diri mereka sendiri.
Lanjut baca, klik nomor halaman