Tujuan bersama kita, mewujudkan langit biru, tentu harus kita yakini jua akan mampu membirukan kehidupan kita kini dan nanti.
Sudah hampir 30 menitan, Pak Ahmad (nama samaran) mengular di jalur pengisian Premium SPBU sekitaran jalan Kadrie Oening, Samarinda, Sabtu, (6/03) lalu. Dua jalur dipersiapkan melayani pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertalite dan satunya BBM Premium.
Namun sayang, Truk BBM Premium belum jua selesai membongkar muatan Premiumnya, dan membuat pelanggan BBM Premium harus sabar mengantre.
Pak Ahmad kelihatannya menyerah memburu BBM Premium yang stoknya –memang- terbatas. Dia menoleh ke arah depan dan belakang, mengamati antrean panjang kendaraan motor dan mobil yang jua berhasrat memburu BBM ‘murah’ itu.
Lelah, dia lantas pindah jalur kanan, dan diam-diam merayap mengantre BBM Pertalite yang lebih sedikit antreannya. Dan akhirnya berhasil mencapai mesin pengisian BBM Pertalite SPBU.
Sambil berbicara singkat dengan petugas SPBU, dia mengeluarkan 3 Jeriken berkapasitas 5 literan dari motornya. Tak perlu waktu lama mengisinya, dia lekas membopong jerikennya tadi, dan menaikkannya di atas motornya.
Setelah selesai mengisi jerikennya, dia ke luar SPBU, mengarah ke suatu tempat, yakni ke sebuah SPBU Pertamini, bukan SPBU Pertamina.
Di sana, Pak Ahmad bertemu dengan seseorang, mereka berbicara sejenak. Dan akhirnya, Pak Ahmad memberikan 3 Jerikan berisi BBM Pertalite ke SPBU Pertamini tadi, lalu bergegas pergi.
Mendekat sekilas, di bagian tubuh mesin pengisian BBM Pertamini itu tertera harga BBM Pertalite eceran dibandrol dengan harga Rp 9 ribu hingga Rp 10 ribu per-liternya. Harganya itu fleksibel saja, suka-suka pemilik SPBU, fluktuasi harganya tergantung stok BBM di SPBU resmi.
Padahal, lho harga BBM Pertalite di SPBU yang dibeli Pak Ahmad hanya sebesar Rp 7800/per-liter saja.
Nah, kita bisa bayangkan berapa keuntungan dari bisnis BBM eceran ini kan?
Apalagi, jika mereka mendapatkan BBM Premium untuk diecerkan kembali, malah bisa lebih keuntungannya. Karena selisih harga Premium dan Pertalite sekitar Rp 1350 per liternya.
Ah melihat fenomena ini, awam saja bisa kita simpulkan, jika keberadaan BBM teramat penting dan sudah mampu menggerakkan sendi ekonomi ‘wong cilik’ ya?
Bisa dikatakan lagi, jika bisnis rakyat Pertamini ini juga sudah berhasil menjelma menjadi jalan-pintas UMKM andalan warga.
Meski terlepas pada hal paham atau tidaknya warga, jika jenis usaha mengecer BBM subsidi itu adalah usaha Illegal yang jelas-jelas menabrak aturan negara. Namun aneh tapi nyata, bisnis itu tetap saja tumbuh subur di penjuru kota.
Jika kita penasaran mengapa usaha itu tetap eksis hingga kini. Jawabannya pasti menyentil pribadi kita sendiri, yang terkadang juga pernah menggunakan layanan BBM eceran tadi kan? Ya pastilah dengan alasan apa saja.
Dan anehnya, meski harganya mahal, dan mengetahui persis jika takaran serta kualitasnya tidak transparan, kita tetap saja mampu membelinya kok.
Artinya lagi, pembiaran bisnis BBM eceran tadi, sudah serta merta menjadi jawaban, jika kebijakan populis subsidi Pemerintah untuk menghadirkan BBM Premium dan Pertalite yang tidak ramah lingkungan, mudah sekali diselewengkan!
Selanjutnya, Klik halaman selanjutnya ya!